Mengunjungi 8 Pulau di Karimun Jawa
         
Jika Three Gillis (Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air) di Lombok,  NTB, sudah Anda anggap kehilangan daya pikatnya, maka sudah saatnya  mengalihkan tujuan wisata ke Kepuluauan Karimunjawa, yang disebut  sebagai surganya para pencari pulau (island seeker). Dan jika Anda  merasa pernah mendengar Karimunjawa dari promosi mulut ke mulut, itu  karena untaian pulau-pulau kecil ini memiliki daya pikat magnetis.  Begitu pulang, sudah tak sabar untuk datang lagi. Tapi, kalau memang  digambarkan begitu elok, kenapa Karimunjawa tidak sepopuler Bali atau  Lombok, misalnya?
Jawabannya cukup pelik. Pertama, karena keterbatasan transportasi.  Karimunjawa dapat dicapai dari Semarang lewat pelabuhan Tanjung Mas,  atau dari Jepara lewat pelabuhan Kartini. Kapal menuju kesana tidak  berangkat setiap hari. KMC Kartini I hanya berangkat dari pelabuhan  Tanjung Mas setiap Sabtu pukul 9.00 WIB dan Senin pukul 7.00 WIB.  Sementara KMP Muria di Jepara berangkat setiap Sabtu pukul 9.00 WIB dan  Rabu pukul 9.00 WIB. Jika ingin kembali dari Karimunjawa, lagi-lagi  harus menyesuaikan jadwal kapal yang berangkat setiap Minggu dan Selasa  (KMC Kartini I) atau Senin dan Kamis (KMP Muria). Terbatasnya waktu  kunjungan inilah yang membuat penduduk Karimunjawa tetap bermata  pencaharian utama sebagai nelayan, tidak menggantungkan diri pada sektor  pariwisata. Selain tentu saja persoalan klise bahwa sektor pariwisata  di kawasan tersebut belum dimaksimalkan.
Faktor cuaca yang tidak bersahabat terkadang mengikis niat wisatawan  yang ingin kesana. Periode November-Maret, laut bisa sangat ganas. Pada  awal 2008, misalnya, gelombang besar yang mencapai 2,5 meter membuat  Kepulauan Karimunjawa yang berpenduduk 8.600 jiwa itu terisolasi. Tidak  ada kapal yang berani kesana. Karenanya, saya bersama 20-an traveler  lainnya sengaja datang di awal April untuk memudahkan hopping dari pulau  ke pulau. April-Oktober adalah musim kunjungan terbaik. Maklum, di  musim peralihan hujan dan kemarau tersebut air bisa sangat tenang.  Begitu tenangnya, konon permukaan laut bisa serata air di kolam.
Terapung di Wisma Apung
Kendati jumlahnya terbatas, tapi Kepulauan Karimunjawa yang berjarak  sekitar 134 km di utara Semarang atau sekitar 89 km di sisi barat laut  Jepara itu menyediakan beragam jenis akomodasi. Ada pondok tinggal (home  stay), wisma, hotel dan resort, serta pondok apung. Jumlahnya ada 40-an  di seluruh kepulauan dengan kisaran harga mulai Rp40 ribu-Rp300 ribu  per malam.
Rombongan kami memilih menginap di Wisma Apung, yang mengambang di laut  lepas antara pulau Karimunjawa dan Menjangan Besar. Fondasi Wisma Apung  berdiri diatas laut dangkal. Dibawahnya tersebar koral dan terumbu  karang beraneka warna. Kalau mau, tamu bisa langsung meloncat di depan  kamar untuk snorkeling, berenang, atau memancing. Bangunan penginapan  dengan 10an kamar AC dan non-AC itu tersusun seutuhnya dari papan-papan  kayu. Celah-celah dibawahnya hanya seinci jaraknya dari permukaan laut  yang dangkal. Di dalam kamar, gemercik air laut terdengar dari bawah,  mengentalkan sensasi tidur terapung diatas kapal.
Asyiknya lagi, Wisma Apung juga menyediakan kolam berisi 10an ekor hiu  putih dan hiu pari sepanjang lengan orang dewasa. Sebagian tamu  menganggap berenang bersama hiu adalah ”uji nyali” yang wajib dilakukan  begitu menginjak Wisma. Meski hiu-hiu kecil itu terlihat harmless,  berenang dalam jarak yang sangat dekat tetap saja membuat adrenalin  bergejolak. Ingat, listrik hanya hidup dari pukul 6 sore hingga 6 pagi,  mengandalkan tenaga seutuhnya dari generator. Ini momen yang tepat untuk  men-charge ponsel atau kamera digital. Jadi, selamat saja bagi mereka  yang kamarnya dekat generator. Siap-siap mendengarkan deru mesin  sepanjang malam.
Rencana Matang
Ada 27 pulau di Karimunjawa yang menunggu untuk dijelajahi. Lima pulau  terbesar, Pulau Karimunjawa, Pulau Kemujan, Pulau Parang, Pulau Nyamuk,  dan Pulau Genting, sudah ditinggali. Sisanya adalah pulau-pulau kecil  yang tak berpenghuni, menyimpan keindahan dan misteri.
Sayangnya, banyak traveler melewatkan kesempatan island hopping karena  minimnya perencanaan. Dengan jarak antarpulau yang bisa memakan waktu  1-2.5 jam, perencanaan harus tepat. Kita juga harus mem-booking kapal,  berikut guide untuk mengantar berkeliling. Beruntung, Hasim As’ari, tour  guide kami, kompak mengikuti keinginan anggota tur yang memang sudah  beberapa kali menjejakkan kaki di Karimunjawa. Kami tiba di Wisma Apung  pukul 1 siang, dan bergegas mengejar target tiga pulau, yakni Menjangan  Besar, Menjangan Kecil, serta Tanjung Gelam.
Pada momen inilah saya merasakan betapa cuaca di Karimunjawa bisa  berubah drastis dalam waktu singkat. Waktu berangkat dari Tanjung Mas,  Semarang, pagi tadi, langit begitu terik. Tapi, begitu kami tiba di  Pulau Menjangan Kecil, mendung tampak menggeliat, bersambut ritik air  hujan. Karena sudah tak sabar, kami langsung meloncat dari kapal,  menceburkan diri ke laut untuk snorkeling. Sayang, waktu yang terlanjur  sore serta sinar matahari yang bersembunyi dibalik mendung dan hujan,  membuat visibility (jarak pandang) jadi terbatas.
Pulau Menjangan Kecil memiliki terumbu karang pantai (fringing reef)  yang lebih bagus dari Menjangan Besar. Tak heran, banyak wisatawan yang  menyewa glass bottom boat (perahu yang dasarnya dari kaca) untuk  menikmati taman laut disana. Disekitar Pulau Menjangan Kecil dan  Menjangan Besar ada bangkai kapal Panama Indono yang tenggelam pada  1955. Kini, reruntuhan kapal yang sudah berubah menjadi habitat ikan itu  acap digunakan sebagai lokasi penyelaman (wreck diving).
Karena hujan semakin deras, kami juga membatalkan rencana ke Tanjung  Gelam. Benar saja, di perjalanan pulang, kapal motor nelayan yang kami  tumpangi dihantam gelombang, dihempas hujan deras. Sementara  penumpangnya ditusuk hawa dingin. ”Hari ini kita tidak beruntung. Tapi  semoga besok cuacanya membaik,” ujar Ari, sapaan akrab Hasim As’ari.
Pulau Eksotis, Suasana Magis
Hujan bercampur angin yang menebarkan hawa dingin bergulir pada pagi  keesokan harinya. Untunglah, kekhawatiran kami sirna ketika matahari  bersinar terik tepat disaat kami meninggalkan Wisma Apung untuk memulai  island hopping tepat pada pukul 8 pagi. Tujuan pertama adalah Pulau  Cilik, yang memiliki dermaga cantik dan eksotik. Letak Pulau Cilik di  sisi barat Pulau Karimunjawa membuatnya menjadi bagian dari zona  penyangga Taman Nasional laut Karimunjawa. Pulau-pulau di zona penyangga  ini memang digunakan untuk daerah wisata bahari serta aktivitas para  nelayan.
Pulau Cilik juga salah satu dari delapan pulau di Karimunjawa yang  dimiliki perorangan. Menurut Data dari Balai Taman Nasional Karimun  Jawa, pulau tersebut dikelola oleh PT Raja Besi Semarang. Buktinya,  memang ada beberapa rumah di pulau itu yang sesekali disinggahi  pemiliknya. Keempat pondok yang berjarak beberapa meter dari pantai  berpasir putih lembut dan masih alami itu dijaga dan diurus oleh satu  keluarga nelayan yang tinggal disana. Lupakan dulu soal pantai, karena  tujuan kami berikutnya, Pulau Tengah, menunjukkan keindahan taman laut  Karimunjawa sesungguhnya. Ya, pulau ini termasuk primadona karena  kelestarian terumbu karang di dalamnya masih terjaga. Apalagi, struktur  tanahnya sloppy, menurun kebawah. Ini membuat pemandangan bawah laut  terlihat jauh lebih indah. Ikan-ikan beraneka warna bergerombol, juga  bersembunyi di terumbu karang pantai tepi (fringing reef). Sinar  matahari menembus kedalaman laut, menyinari koral, memendarkan warna  ikan. Pemandangan yang luar biasa cantik dan layak dikenang.
Apalagi, di Pulau Tengah juga tidak ada sea urchin atau bulu babi,  binatang laut berduri seperti landak yang tersebar di pulau-pulau kecil  Karimunjawa. Dan karena ia hidup di perairan dangkal, sering penyelam  tertusuk duri bulu babi yang beracun. Cara menyembuhkannya cukup unik,  disiram urine manusia karena mengandung amoniak untuk menetralisir  racun. Di Pulau Cendekian dan Pulau Cemara Besar, kami disambut padang  lamun (seagrass), yang sekilas terlihat seperti hamparan kehijauan di  bibir pantai. Seagrass tak hanya jadi tempat hidup ikan, kepiting, atau  bulu babi. Pelengkap ekosistem mangrove dan terumbu karang ini juga  mencegah erosi, serta memperlambat gerakan air akibat arus dan ombak,  sehingga perairan menjadi tenang.
Pulau Cemara Besar mungkin tidak memiliki taman laut seindah Pulau  Cendekian. Tapi, kesan paling indah justru ada di Cemara Besar, saat  kami menyusuri padang Lamun dan makan siang diatas gundukan pasir di  bibir pantai. Di Pulau Cemara Kecil, kami disapa alang-alang, bakau,  karang batu, semak belukar, serta pohon kayu stigi. Pulau ini paling  kotor. Di sekitarnya tersebar ada ranting pohon, dan sampah yang hanyut.  Bahkan, ada banyak sendal yang kehilangan pasangan. ”Katanya, pulau ini  digunakan untuk dugem oleh para bule,” ujar Ari, tour guide kami.
Rombongan akhirnya mengakhiri hari di Tanjung Gelam. Disana, dipayungi  pohon kelapa, kami menunggu sunset. Dalam perjalanan pulang, kami  mengalami sendiri bagaimana air laut menjadi begitu tenang, seperti air  kolam, menciptakan suasana yang magis. Tak terasa, sudah 8 pulau yang  kami singgahi. Lain waktu, saya berjanji akan kembali, menyusuri  pulau-pulau yang tersisa.  Sumber: Appetitejourney.com  


0 komentar to “Mengunjungi 8 Pulau di Karimun Jawa”