Cinta Laila Majnun

Sabtu

Alkisah, seorang kepala suku Bani Umar di Jazirah Arab memiIiki segala macam yang diinginkan orang, kecuali satu hal bahwa ia tak punya seorang anakpun. Tabib-tabib di desa itu menganjurkan berbagai macam ramuan dan obat, tetapi tidak berhasil. Ketika semua usaha tampak tak berhasil, istrinya menyarankan agar mereka berdua bersujud di hadapan Tuhan dan dengan tulus memohon kepada Allah swt memberikan anugerah kepada mereka berdua. “Mengapa tidak?” jawab sang kepala suku. “Kita telah mencoba berbagai macam cara. Mari, kita coba sekali lagi, tak ada ruginya.”

Mereka pun bersujud kepada Tuhan, sambil berurai air mata dari relung hati mereka yang terluka. “Wahai Segala Kekasih, jangan biarkan pohon kami tak berbuah. Izinkan kami merasakan manisnya menimang anak dalam pelukan kami. Anugerahkan kepada kami tanggung jawab untuk membesarkan seorang manusia yang baik. Berikan kesempatan kepada kami untuk membuat-Mu bangga akan anak kami.”

Tak lama kemudian, doa mereka dikabulkan, dan Tuhan menganugerahi mereka seorang anak laki-laki yang diberi nama Qais. Sang ayah sangat berbahagia, sebab Qais dicintai oleh semua orang. Ia tampan, bermata besar, dan berambut hitam, yang menjadi pusat perhatian dan kekaguman. Sejak awal, Qais telahmemperlihatkan kecerdasan dan kemampuan fisik istimewa. Ia punya bakat luar biasa dalam mempelajari seni berperang dan memainkan musik, menggubah syair dan melukis.

Ketika sudah cukup umur untuk masuk sekolah, ayahnya memutuskan membangun sebuah sekolah yang indah dengan guru-guru terbaik di Arab yang mengajar di sana , dan hanya beberapa anak saja yang belajar di situ. Anak-anak lelaki dan perempuan dan keluarga terpandang di seluruh jazirah Arab belajar di sekolah baru ini.

Di antara mereka ada seorang anak perempuan dari kepala suku tetangga. Seorang gadis bermata indah, yang memiliki kecantikan luar biasa. Rambut dan matanya sehitam malam; karena alasan inilah mereka menyebutnya Laila-”Sang Malam”. Meski ia baru berusia dua belas tahun, sudah banyak pria melamarnya untuk dinikahi, sebab-sebagaimana lazimnya kebiasaan di zaman itu, gadis-gadis sering dilamar pada usia yang masih sangat muda, yakni sembilan tahun.

Laila dan Qais adalah teman sekelas. Sejak hari pertama masuk sekolah, mereka sudah saling tertarik satu sama lain. Seiring dengan berlalunya waktu, percikan ketertarikan ini makin lama menjadi api cinta yang membara. Bagi mereka berdua, sekolah bukan lagi tempat belajar. Kini, sekolah menjadi tempat mereka saling bertemu. Ketika guru sedang mengajar, mereka saling berpandangan. Ketika tiba waktunya menulis pelajaran, mereka justru saling menulis namanya di atas kertas. Bagi mereka berdua, tak ada teman atau kesenangan lainnya. Dunia kini hanyalah milik Qais dan Laila.

Mereka buta dan tuli pada yang lainnya. Sedikit demi sedikit, orang-orang mulai mengetahui cinta mereka, dan gunjingan-gunjingan pun mulai terdengar. Di zaman itu, tidaklah pantas seorang gadis dikenal sebagai sasaran cinta seseorang dan sudah pasti mereka tidak akan menanggapinya. Ketika orang-tua Laila mendengar bisik-bisik tentang anak gadis mereka, mereka pun melarangnya pergi ke sekolah. Mereka tak sanggup lagi menahan beban malu pada masyarakat sekitar.

Ketika Laila tidak ada di ruang kelas, Qais menjadi sangat gelisah sehingga ia meninggalkan sekolah dan menyelusuri jalan-jalan untuk mencari kekasihnya dengan memanggil-manggil namanya. Ia menggubah syair untuknya dan membacakannya di jalan-jalan. Ia hanya berbicara tentang Laila dan tidak juga menjawab pertanyaan orang-orang kecuali bila mereka bertanya tentang Laila. Orang-orang pun tertawa dan berkata, ” Lihatlah Qais , ia sekarang telah menjadi seorang majnun, gila!”

Akhirnya, Qais dikenal dengan nama ini, yakni “Majnun”. Melihat orang-orang dan mendengarkan mereka berbicara membuat Majnun tidak tahan. Ia hanya ingin melihat dan berjumpa dengan Laila kekasihnya. Ia tahu bahwa Laila telah dipingit oleh orang tuanya di rumah, yang dengan bijaksana menyadari bahwa jika Laila dibiarkan bebas bepergian, ia pasti akan menjumpai Majnun. Majnun menemukan sebuah tempat di puncak bukit dekat desa Laila dan membangun sebuah gubuk untuk dirinya yang menghadap rumah Laila. Sepanjang hari Majnun duduk-duduk di depan gubuknya, disamping sungai kecil berkelok yang mengalir ke bawah menuju desa itu. Ia berbicara kepada air, menghanyutkan dedaunan bunga liar, dan Majnun merasa yakin bahwa sungai itu akan menyampaikan pesan cintanya kepada Laila. Ia menyapa burung-burung dan meminta mereka untuk terbang kepada Laila serta memberitahunya bahwa ia dekat.

Ia menghirup angin dari barat yang melewati desa Laila. Jika kebetulan ada seekor anjing tersesat yang berasal dari desa Laila, ia pun memberinya makan dan merawatnya, mencintainya seolah-olah anjing suci, menghormatinya dan menjaganya sampai tiba saatnya anjing itu pergi jika memang mau demikian. Segala sesuatu yang berasal dari tempat kekasihnya dikasihi dan disayangi sama seperti kekasihnya sendiri.

Bulan demi bulan berlalu dan Majnun tidak menemukan jejak Laila. Kerinduannya kepada Laila demikian besar sehingga ia merasa tidak bisa hidup sehari pun tanpa melihatnya kembali. Terkadang sahabat-sahabatnya di sekolah dulu datang mengunjunginya, tetapi ia berbicara kepada mereka hanya tentang Laila, tentang betapa ia sangat kehilangan dirinya.
Suatu hari, tiga anak laki-laki, sahabatnya yang datang mengunjunginya demikian terharu oleh penderitaan dan kepedihan Majnun sehingga mereka bertekad embantunya untuk berjumpa kembali dengan Laila. Rencana mereka sangat cerdik. Esoknya, mereka dan Majnun mendekati rumah Laila dengan menyamar sebagai wanita. Dengan mudah mereka melewati wanita-wanita pembantu dirumah Laila dan berhasil masuk ke pintu kamarnya.

Majnun masuk ke kamar, sementara yang lain berada di luar berjaga-jaga. Sejak ia berhenti masuk sekolah, Laila tidak melakukan apapun kecuali memikirkan Qais. Yang cukup mengherankan, setiap kali ia mendengar burung-burung berkicau dari jendela atau angin berhembus semilir, ia memejamkan.matanya sembari membayangkan bahwa ia mendengar suara Qais didalamnya. Ia akan mengambil dedaunan dan bunga yang dibawa oleh angin atau sungai dan tahu bahwa semuanya itu berasal dari Qais. Hanya saja, ia tak pernah berbicara kepada siapa pun, bahkan juga kepada sahabat-sahabat terbaiknya, tentang cintanya.

Pada hari ketika Majnun masuk ke kamar Laila, ia merasakan kehadiran dan kedatangannya. Ia mengenakan pakaian sutra yang sangat bagus dan indah. Rambutnya dibiarkan lepas tergerai dan disisir dengan rapi di sekitar bahunya. Matanya diberi celak hitam, sebagaimana kebiasaan wanita Arab, dengan bedak hitam yang disebut surmeh. Bibirnya diberi lipstick merah, dan pipinya yang kemerah-merahan tampak menyala serta menampakkan kegembiraannya. Ia duduk di depan pintu dan menunggu.

Ketika Majnun masuk, Laila tetap duduk. Sekalipun sudah diberitahu bahwa Majnun akan datang, ia tidak percaya bahwa pertemuan itu benar-benar terjadi. Majnun berdiri di pintu selama beberapa menit, memandangi, sepuas-puasnya wajah
Laila. Akhirnya, mereka bersama lagi! Tak terdengar sepatah kata pun, kecuali detak jantung kedua orang yang dimabuk cinta ini. Mereka saling berpandangan dan lupa waktu.

Salah seorang wanita pembantu di rumah itu melihat sahabat-sahabat Majnun di luar kamar tuan putrinya. Ia mulai curiga dan memberi isyarat kepada salah seorang pengawal. Namun, ketika ibu Laila datang menyelidiki, Majnun dan kawan-kawannya sudah jauh pergi. Sesudah orang-tuanya bertanya kepada Laila, maka tidak sulit bagi mereka mengetahui apa yang telah terjadi. Kebisuan dan kebahagiaan yang terpancar dimatanya menceritakan segala sesuatunya.

Sesudah terjadi peristiwa itu, ayah Laila menempatkan para pengawal di setiap pintu di rumahnya. Tidak ada jalan lain bagi Majnun untuk menghampiri rumah Laila, bahkan dari kejauhan sekalipun. Akan tetapi jika ayahnya berpikiran bahwa, dengan
bertindak hati-hati ini ia bisa mengubah perasaan Laila dan Majnun, satu sama lain, sungguh ia salah besar.

Ketika ayah Majnun tahu tentang peristiwa di rumah Laila, ia memutuskan untuk mengakhiri drama itu dengan melamar Laila untuk anaknya. Ia menyiapkan sebuah kafilah penuh dengan hadiah dan mengirimkannya ke desa Laila. Sang tamu pun
disambut dengan sangat baik, dan kedua kepala suku itu berbincang-bincang tentang kebahagiaan anak-anak mereka. Ayah Majnun lebih dulu berkata, “Engkau tahu benar, kawan, bahwa ada dua hal yang sangat penting bagi kebahagiaan, yaitu
“Cinta dan Kekayaan”.

Anak lelakiku mencintai anak perempuanmu, dan aku bisa memastikan bahwa aku sanggup memberi mereka cukup banyak uang untuk mengarungi kehidupan yang bahagia dan menyenangkan. Mendengar hal itu, ayah Laila pun menjawab, “Bukannya aku menolak Qais. Aku percaya kepadamu, sebab engkau pastilah seorang mulia dan terhormat,” jawab ayah Laila. “Akan tetapi, engkau tidak bisa menyalahkanku kalau aku berhati-hati dengan anakmu. Semua orang tahu perilaku abnormalnya. Ia berpakaian seperti seorang pengemis. Ia pasti sudah lama tidak mandi dan iapun hidup bersama hewan-hewan dan menjauhi orang banyak. “Tolong katakan kawan, jika engkau punya anak perempuan dan engkau berada dalam posisiku, akankah engkau memberikan anak perempuanmu kepada anakku?”

Ayah Qais tak dapat membantah. Apa yang bisa dikatakannya? Padahal, dulu anaknya adalah teladan utama bagi awan-kawan sebayanya? Dahulu Qais adalah anak yang paling cerdas dan berbakat di seantero Arab? Tentu saja, tidak ada yang dapat dikatakannya. Bahkan, sang ayahnya sendiri susah untuk mempercayainya. Sudah lama orang tidak mendengar ucapan bermakna dari Majnun. “Aku tidak akan diam berpangku tangan dan melihat anakku menghancurkan dirinya sendiri,”
pikirnya. “Aku harus melakukan sesuatu.”

Ketika ayah Majnun kembali pulang, ia menjemput anaknya, Ia mengadakan pesta makan malam untuk menghormati anaknya. Dalam jamuan pesta makan malam itu, gadis-gadis tercantik di seluruh negeri pun diundang. Mereka pasti bisa
mengalihkan perhatian Majnun dari Laila, pikir ayahnya. Di pesta itu, Majnun diam dan tidak mempedulikan tamu-tamu lainnya. Ia duduk di sebuah sudut ruangan sambil melihat gadis-gadis itu hanya untuk mencari pada diri mereka berbagai
kesamaan dengan yang dimiliki Laila.

Seorang gadis mengenakan pakaian yang sama dengan milik Laila; yang lainnya punya rambut panjang seperti Laila, dan yang lainnya lagi punya senyum mirip Laila. Namun, tak ada seorang gadis pun yang benar-benar mirip dengannya,
Malahan, tak ada seorang pun yang memiliki separuh kecantikan Laila. Pesta itu hanya menambah kepedihan perasaan Majnun saja kepada kekasihnya. Ia pun berang dan marah serta menyalahkan setiap orang di pesta itu lantaran berusaha
mengelabuinya.

Dengan berurai air mata, Majnun menuduh orang-tuanya dan sahabat-sahabatnya sebagai berlaku kasar dan kejam kepadanya. Ia menangis sedemikian hebat hingga akhirnya jatuh ke lantai dalam keadaan pingsan. Sesudah terjadi petaka ini, ayahnya memutuskan agar Qais dikirim untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah dengan harapan bahwa Allah akan merahmatinya dan membebaskannya dari cinta yang menghancurkan ini.

Di Makkah, untuk menyenangkan ayahnya, Majnun bersujud di depan altar Kabah, tetapi apa yang ia mohonkan? “Wahai Yang Maha Pengasih, Raja Diraja Para Pecinta, Engkau yang menganugerahkan cinta, aku hanya mohon kepada-Mu satu hal
saja,”Tinggikanlah cintaku sedemikian rupa sehingga, sekalipun aku binasa, cintaku dan kekasihku tetap hidup.” Ayahnya kemudian tahu bahwa tak ada lagi yang bisa ia lakukan untuk anaknya.

Usai menunaikan ibadah haji, Majnun yang tidak mau lagi bergaul dengan orang banyak di desanya, pergi ke pegunungan tanpa memberitahu di mana ia berada. Ia tidak kembali ke gubuknya. Alih-alih tinggal dirumah, ia memilih tinggal
direruntuhan sebuah bangunan tua yang terasing dari masyarakat dan tinggal didalamnya. Sesudah itu, tak ada seorang pun yang mendengar kabar tentang Majnun. Orang-tuanya mengirim segenap sahabat dan keluarganya untuk mencarinya.
Namun, tak seorang pun berhasil menemukannya. Banyak orang berkesimpulan bahwa Majnun dibunuh oleh binatang-binatang gurun sahara. Ia bagai hilang ditelan bumi.

Suatu hari, seorang musafir melewati reruntuhan bangunan itu dan melihat ada sesosok aneh yang duduk di salah sebuah tembok yang hancur. Seorang liar dengan rambut panjang hingga ke bahu, jenggotnya panjang dan acak-acakan, bajunya
compang-camping dan kumal. Ketika sang musafir mengucapkan salam dan tidak beroleh jawaban, ia mendekatinya. Ia melihat ada seekor serigala tidur di kakinya. “Hus” katanya, ‘Jangan bangunkan sahabatku.” Kemudian, ia mengedarkan
pandangan ke arah kejauhan.

Sang musafir pun duduk di situ dengan tenang. Ia menunggu dan ingin tahu apa yang akan terjadi. Akhirya, orang liar itu berbicara. Segera saja ia pun tahu bahwa ini adalah Majnun yang terkenal itu, yang berbagai macam perilaku anehnya
dibicarakan orang di seluruh jazirah Arab. Tampaknya, Majnun tidak kesulitan menyesuaikan diri dengan kehidupan dengan binatang-binatang buas dan liar. Dalam kenyataannya, ia sudah menyesuaikan diri dengan sangat baik sehingga lumrah-lumrah saja melihat dirinya sebagai bagian dari kehidupan liar dan buas itu.

Berbagai macam binatang tertarik kepadanya, karena secara naluri mengetahui bahwa Majnun tidak akan mencelakakan mereka. Bahkan, binatang-binatang buas seperti serigala sekalipun percaya pada kebaikan dan kasih sayang Majnun. Sang
musafir itu mendengarkan Majnun melantunkan berbagai kidung pujiannya pada Laila. Mereka berbagi sepotong roti yang diberikan olehnya. Kemudian, sang musafir itu pergi dan melanjutkan petjalanannya.

Ketika tiba di desa Majnun, ia menuturkan kisahnya pada orang-orang. Akhimya, sang kepala suku, ayah Majnun, mendengar berita itu. Ia mengundang sang musafir ke rumahnya dan meminta keteransran rinci darinya. Merasa sangat gembira dan
bahagia bahwa Majnun masih hidup, ayahnya pergi ke gurun sahara untuk menjemputnya.

Ketika melihat reruntuhan bangunan yang dilukiskan oleh sang musafir itu, ayah Majnun dicekam oleh emosi dan kesedihan yang luar biasa. Betapa tidak! Anaknya terjerembab dalam keadaan mengenaskan seperti ini. “Ya Tuhanku, aku mohon agar
Engkau menyelamatkan anakku dan mengembalikannya ke keluarga kami,” jerit sang ayah menyayat hati. Majnun mendengar doa ayahnya dan segera keluar dari tempat persembunyiannya. Dengan bersimpuh dibawah kaki ayahnya, ia pun menangis, “Wahai ayah, ampunilah aku atas segala kepedihan yang kutimbulkan pada dirimu. Tolong lupakan bahwa engkau pernah mempunyai seorang anak, sebab ini akan meringankan beban kesedihan ayah. Ini sudah nasibku mencinta, dan hidup hanya untuk mencinta.” Ayah dan anak pun saling berpelukan dan menangis. Inilah pertemuan terakhir mereka.

Keluarga Laila menyalahkan ayah Laila lantaran salah dan gagal menangani situasi putrinya. Mereka yakin bahwa peristiwa itu telah mempermalukan seluruh keluarga. Karenanya, orangtua Laila memingitnya dalam kamarnya. Beberapa sahabat Laila diizinkan untuk mengunjunginya, tetapi ia tidak ingin ditemani. Ia berpaling kedalam hatinya, memelihara api cinta yang membakar dalam kalbunya.......




Untuk mengungkapkan segenap perasaannya yang terdalam, ia menulis dan menggubah syair kepada kekasihnya pada potongan-potongan kertas kecil. Kemudian, ketika ia diperbolehkan menyendiri di taman, ia pun menerbangkan potongan-potongan kertas kecil ini dalam hembusan angin. Orang-orang yang menemukan syair-syair dalam
potongan-potongan kertas kecil itu membawanya kepada Majnun. Dengan cara demikian, dua kekasih itu masih bisa menjalin hubungan.

Karena Majnun sangat terkenal di seluruh negeri, banyak orang datang mengunjunginya. Namun, mereka hanya berkunjung sebentar saja, karena mereka tahu bahwa Majnun tidak kuat lama dikunjungi banyak orang. Mereka mendengarkannya
melantunkan syair-syair indah dan memainkan serulingnya dengan sangat memukau. Sebagian orang merasa iba kepadanya; sebagian lagi hanya sekadar ingin tahu tentang kisahnya. Akan tetapi, setiap orang mampu merasakan kedalaman cinta dan
kasih sayangnya kepada semua makhluk. Salah seorang dari pengunjung itu adalah seorang ksatria gagah berani bernama ‘Amar, yang berjumpa dengan Majnun dalam perjalanannya menuju Mekah. Meskipun ia sudah mendengar kisah cinta yang sangat terkenal itu di kotanya, ia ingin sekali mendengarnya dari mulut Majnun sendiri.

Drama kisah tragis itu membuatnya sedemikian pilu dan sedih sehingga ia bersumpah dan bertekad melakukan apa saja yang mungkin untuk mempersatukan dua kekasih itu, meskipun ini berarti menghancurkan orang-orang yang menghalanginya!
Ketika Amar kembali ke kota kelahirannya, Ia pun menghimpun pasukannya. Pasukan ini berangkat menuju desa Laila dan menggempur suku di sana tanpa ampun. Banyak orang yang terbunuh atau terluka.

Ketika pasukan ‘Amar hampir memenangkan pertempuran, ayah Laila mengirimkan pesan kepada ‘Amr, “Jika engkau atau salah seorang dari prajuritmu menginginkan putriku, aku akan menyerahkannya tanpa melawan. Bahkan, jika engkau ingin
membunuhnya, aku tidak keberatan. Namun, ada satu hal yang tidak akan pernah bisa kuterima, jangan minta aku untuk memberikan putriku pada orang gila itu”.

Majnun mendengar pertempuran itu hingga ia bergegas kesana. Di medan pertempuran, Majnun pergi ke sana kemari dengan bebas di antara para prajurit dan menghampiri orang-orang yang terluka dari suku Laila. Ia merawat mereka dengan penuh perhatian dan melakukan apa saja untuk meringankan luka mereka.

Amar pun merasa heran kepada Majnun, ketika ia meminta penjelasan ihwal mengapa ia membantu pasukan musuh, Majnun menjawab, “Orang-orang ini berasal dari desa kekasihku. Bagaimana mungkin aku bisa menjadi musuh mereka?” Karena sedemikian bersimpati kepada Majnun, ‘Amar sama sekali tidak bisa memahami hal ini. Apa yang dikatakan ayah Laila tentang orang gila ini akhirnya membuatnya sadar. Ia pun memerintahkan pasukannya untuk mundur dan segera meninggalkan desa itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepada Majnun.

Laila semakin merana dalam penjara kamarnya sendiri. Satu-satunya yang bisa ia nikmati adalah berjalan-jalan di taman bunganya. Suatu hari, dalam perjalanannya menuju taman, Ibn Salam, seorang bangsawan kaya dan berkuasa, melihat Laila dan serta-merta jatuh cinta kepadanya. Tanpa menunda-nunda lagi, ia segera mencari ayah Laila. Merasa lelah dan sedih hati karena pertempuran yang baru saja menimbulkan banyak orang terluka di pihaknya, ayah Laila pun menyetujui perkawinan itu. Tentu saja, Laila menolak keras. Ia mengatakan kepada ayahnya, “Aku lebih senang mati ketimbang kawin dengan orang itu.” Akan tetapi, tangisan dan permohonannya tidak digubris. Lantas ia mendatangi ibunya, tetapi sama saja keadaannya. Perkawinan pun berlangsung dalam waktu singkat. Orangtua Laila merasa lega bahwa seluruh cobaan berat akhirnya berakhir juga.

Akan tetapi, Laila menegaskan kepada suaminya bahwa ia tidak pernah bisa mencintainya. “Aku tidak akan pernah menjadi seorang istri,” katanya. “Karena itu, jangan membuang-buang waktumu. Carilah seorang istri yang lain. Aku yakin, masih ada banyak wanita yang bisa membuatmu bahagia.” Sekalipun mendengar kata-kata dingin ini, Ibn Salam percaya bahwa, sesudah hidup bersamanya beberapa waktu larnanya, pada akhirnya Laila pasti akan menerimanya. Ia tidak mau memaksa
Laila, melainkan menunggunya untuk datang kepadanya.

Ketika kabar tentang perkawinan Laila terdengar oleh Majnun, ia menangis dan meratap selama berhari-hari. Ia melantunkan lagu-Iagu yang demikian menyayat hati dan mengharu biru kalbu sehingga semua orang yang mendengarnya pun ikut
menangis. Derita dan kepedihannya begitu berat sehingga binatang-binatang yang berkumpul di sekelilinginya pun turut bersedih dan menangis. Namun, kesedihannya ini tak berlangsung lama, sebab tiba-tiba Majnun merasakan kedamaian dan
ketenangan batin yang aneh. Seolah-olah tak terjadi apa-apa, ia pun terus tinggal di reruntuhan itu. Perasaannya kepada Laila tidak berubah dan malah menjadi semakin lebih dalam lagi.

Dengan penuh ketulusan, Majnun menyampaikan ucapan selamat kepada Laila atas perkawinannya: “Semoga kalian berdua selalu berbahagia di dunia ini. Aku hanya meminta satu hal sebagai tanda cintamu, janganlah engkau lupakan namaku, sekalipun engkau telah memilih orang lain sebagai pendampingmu. Janganlah pernah lupa bahwa ada seseorang yang, meskipun tubuhnya hancur berkeping-keping, hanya akan memanggil-manggil namamu, Laila”.

Sebagai jawabannya, Laila mengirimkan sebuah anting-anting sebagai tanda pengabdian tradisional. Dalam surat yang disertakannya, ia mengatakan, “Dalam hidupku, aku tidak bisa melupakanmu barang sesaat pun. Kupendam cintaku demikian
lama, tanpa mampu menceritakannya kepada siapapun. Engkau memaklumkan cintamu ke seluruh dunia, sementara aku membakarnya di dalam hatiku, dan engkau membakar segala sesuatu yang ada di sekelilingmu”. “Kini, aku harus
menghabiskan hidupku dengan seseorang, padahal segenap jiwaku menjadi milik orang lain. Katakan kepadaku, kasih, mana di antara kita yang lebih dimabuk cinta, engkau ataukah aku?.

Tahun demi tahun berlalu, dan orang-tua Majnun pun meninggal dunia. Ia tetap tinggal di reruntuhan bangunan itu dan merasa lebih kesepian ketimbang sebelumnya. Di siang hari, ia mengarungi gurun sahara bersama sahabat-sahabat
binatangnya. Di malam hari, ia memainkan serulingnya dan melantunkan syair-syairnya kepada berbagai binatang buas yang kini menjadi satu-satunya pendengarnya. Ia menulis syair-syair untuk Laila dengan ranting di atas tanah.

Selang beberapa lama, karena terbiasa dengan cara hidup aneh ini, ia mencapai kedamaian dan ketenangan sedemikian rupa sehingga tak ada sesuatu pun yang sanggup mengusik dan mengganggunya. Sebaliknya, Laila tetap setia pada cintanya. Ibn Salam tidak pernah berhasil mendekatinya. Kendatipun ia hidup bersama Laila, ia tetap jauh darinya. Berlian dan hadiah-hadiah mahal tak mampu membuat Laila berbakti kepadanya. Ibn Salam sudah tidak sanggup lagi merebut kepercayaan dari istrinya. Hidupnya serasa pahit dan sia-sia. Ia tidak menemukan ketenangan dan kedamaian di rumahnya.
Laila dan Ibn Salam adalah dua orang asing dan mereka tak pernah merasakan hubungan suami istri. Malahan, ia tidak bisa berbagi kabar tentang dunia luar dengan Laila.

Tak sepatah kata pun pernah terdengar dari bibir Laila, kecuali bila ia ditanya. Pertanyaan ini pun dijawabnya dengan sekadarnya saja dan sangat singkat. Ketika akhirnya Ibn Salam jatuh sakit, ia tidak kuasa bertahan, sebab hidupnya tidak menjanjikan harapan lagi. Akibatnya, pada suatu pagi di musim panas, ia pun meninggal dunia. Kematian suaminya tampaknya makin mengaduk-ngaduk perasaan Laila. Orang-orang mengira bahwa ia berkabung atas kematian Ibn Salam,
padahal sesungguhnya ia menangisi kekasihnya, Majnun yang hilang dan sudah lama dirindukannya.
Selama bertahun-tahun, ia menampakkan wajah tenang, acuh tak acuh, dan hanya sekali saja ia menangis. Kini, ia menangis keras dan lama atas perpisahannya dengan kekasih satu-satunya. Ketika masa berkabung usai, Laila kembali ke rumah ayahnya. Meskipun masih berusia muda, Laila tampak tua, dewasa, dan bijaksana,
yang jarang dijumpai pada diri wanita seusianya. Semen tara api cintanya makin membara, kesehatan Laila justru memudar karena ia tidak lagi memperhatikan dirinya sendiri. Ia tidak mau makan dan juga tidak tidur dengan baik selama
bermalam-malam.

Bagaimana ia bisa memperhatikan kesehatan dirinya kalau yang dipikirkannya hanyalah Majnun semata? Laila sendiri tahu betul bahwa ia tidak akan sanggup bertahan lama. Akhirnya, penyakit batuk parah yang mengganggunya selama beberapa
bulan pun menggerogoti kesehatannya. Ketika Laila meregang nyawa dan sekarat, ia masih memikirkan Majnun. ....Ah, kalau saja ia bisa berjumpa dengannya sekali lagi untuk terakhir kalinya! Ia hanya membuka matanya untuk memandangi pintu
kalau-kalau kekasihnya datang. Namun, ia sadar bahwa waktunya sudah habis dan ia akan pergi tanpa berhasil mengucapkan salam perpisahan kepada Majnun. Pada suatu malam di musim dingin, dengan matanya tetap menatap pintu, ia pun meninggal dunia dengan tenang sambil bergumam, Majnun…Majnun. .Majnun.

Kabar tentang kematian Laila menyebar ke segala penjuru negeri dan, tak lama kemudian, berita kematian Lailapun terdengar oleh Majnun. Mendengar kabar itu, ia pun jatuh pingsan di tengah-tengah gurun sahara dan tetap tak sadarkan diri
selama beberapa hari. Ketika kembali sadar dan siuman, ia segera pergi menuju desa Laila. Nyaris tidak sanggup berjalan lagi, ia menyeret tubuhnya di atas tanah. Majnun bergerak terus tanpa henti hingga tiba di kuburan Laila di luar
kota . Ia berkabung dikuburannya selama beberapa hari.

Ketika tidak ditemukan cara lain untuk meringankan beban penderitaannya, per1ahan-lahan ia meletakkan kepalanya di kuburan Laila kekasihnya dan meninggal dunia dengan tenang. Jasad Majnun tetap berada di atas kuburan Laila selama
setahun. Belum sampai setahun peringatan kematiannya ketika segenap sahabat dan kerabat menziarahi kuburannya, mereka menemukan sesosok jasad terbujur di atas kuburan Laila. Beberapa teman sekolahnya mengenali dan mengetahui bahwa itu adalah jasad Majnun yang masih segar seolah baru mati kemarin. Ia pun dikubur di samping Laila. Tubuh dua kekasih itu, yang kini bersatu dalam keabadian, kini bersatu kembali.

Konon, tak lama sesudah itu, ada seorang Sufi bermimpi melihat Majnun hadir di hadapan Tuhan. Allah swt membelai Majnun dengan penuh kasih sayang dan mendudukkannya disisi-Nya. Lalu, Tuhan pun berkata kepada Majnun, “Tidakkah engkau malu memanggil-manggil- Ku dengan nama Laila, sesudah engkau meminum anggur Cinta-Ku?”

Sang Sufi pun bangun dalam keadaan gelisah. Jika Majnun diperlakukan dengan sangat baik dan penuh kasih oleh Allah Subhana wa ta’alaa, ia pun bertanya-tanya, lantas apa yang terjadi pada Laila yang malang ? Begitu pikiran ini terlintas dalam benaknya, Allah swt pun mengilhamkan jawaban kepadanya, “Kedudukan Laila jauh lebih tinggi, sebab ia menyembunyikan segenap rahasia Cinta dalam dirinya sendiri.”

Syaikh Hakim Nizhami qs merupakan penulis sufi terkemuka diabad pertengahan karena dua roman cinta yang menyayat hati, yaitu Laila & Majnun serta Khusrau & Syirin. Kisah sedih Laila Majnun , Majnun yang berarti “Tergila-gila akan Cinta”, karena cintanya yang tak sampai pada Laila, akhirnya membuatnya gila. Kisah cinta ini dibaca berabad-abad lamanya inilah kisah nyata cintanya abadi sepanjang masa.

http://kedudukanabahanom.blogspot.com

FULL STORY >>

Tarekat Qodiriyah

Sekilas Tarekat Qodiriyah

Tumbuhnya tarekat dalam Islam sesungguhnya bersamaan dengan kelahiran agama Islam itu sendiri, yaitu sejak Nabi Muhammad saw diutus menjadi Rasul. Fakta sejarah menunjukkan bahwa pribadi Nabi Muhammad saw sebelum diangkat menjadi Rasul telah berulang kali melakukan tahannust dan khalwat di Gua Hira' di samping untuk mengasingkan diri dari masyarakat Makkah yang sedang mabuk mengikuti hawa nafsu keduniaan. Tahhanust dan Khalwat nabi adalah untuk mencari ketenangan jiwa dan kebersihan hati dalam menempuh problematika dunia yang kompleks tersebut.

Proses khalwat nabi yang kemudian disebut tarekat tersebut sekaligus diajarkannya kepada Sayyidina Ali ra. sebagai cucunya. Dan dari situlah kemudian Ali mengajarkan kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya sampai kepada Syeikh Abdul Qodir Jaelani, sehingga tarekatnya dinamai Qodiriyah. Sebagaimana dalam silsilah tarekat Qadiriyah yang merujuk pada Ali dan Abdul Qadir Jaelani dan seterusnya adalah dari Nabi Muhammad saw, dari Malaikat Jibril dan dari Allah Swt.

Tarekat Qodiryah didirikan oleh Syeikh Abdul Qodir Jaelani (wafat 561 H/1166M) yang bernama lengkap Muhy al-Din Abu Muhammad Abdul Qodir ibn Abi Shalih Zango Dost al-Jaelani. Lahir di di Jilan tahun 470 H/1077 M dan wafat di Baghdad pada 561 H/1166 M. Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Karena tidak diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah Baghdad, yang waktu itu dipimpin Ahmad al-Ghazali, yang menggantikan saudaranya Abu Hamid al-Ghazali. Tapi, al-Ghazali tetap belajar sampai mendapat ijazah dari gurunya yang bernama Abu Yusuf al-Hamadany (440-535 H/1048-1140 M) di kota yang sama itu sampai mendapatkan ijazah.

Pada tahun 521 H/1127 M, dia mengajar dan berfatwa dalam semua madzhab pada masyarakat sampai dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun Abdul Qadir Jaelani menghabiskan waktunya sebagai pengembara sufi di Padang Pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh sufi besar dunia Islam. Selain itu dia memimpin madrasah dan ribath di Baggdad yang didirikan sejak 521 H sampai wafatnya di tahun 561 H. Madrasah itu tetap bertahan dengan dipimpin anaknya Abdul Wahab (552-593 H/1151-1196 M), diteruskan anaknya Abdul Salam (611 H/1214 M). Juga dipimpinan anak kedua Abdul Qadir Jaelani, Abdul Razaq (528-603 H/1134-1206 M), sampai hancurnya Bagdad pada tahun 656 H/1258 M.

Sejak itu tarekat Qodiriyah terus berkembang dan berpusat di Iraq dan Syria yang diikuti oleh jutaan umat yang tersebar di Yaman, Turki, Mesir, India, Afrika dan Asia. Namun meski sudah berkembang sejak abad ke-13, tarekat ini baru terkenal di dunia pada abad ke 15 M. Di India misalnya baru berkembang setelah Muhammad Ghawsh (w 1517 M) juga mengaku keturunan Abdul Qodir Jaelani. Di Turki oleh Ismail Rumi (w 1041 H/1631 M) yang diberi gelar (mursyid kedua). Sedangkan di Makkah, tarekat Qodiriyah sudah berdiri sejak 1180 H/1669 M.

Tarekat Qodiriyah ini dikenal luwes. Yaitu bila murid sudah mencapai derajat syeikh, maka murid tidak mempunyai suatu keharusan untuk terus mengikuti tarekat gurunya. Bahkan dia berhak melakukan modifikasi tarekat yang lain ke dalam tarekatnya. Hal itu seperti tampak pada ungkapan Abdul Qadir Jaelani sendiri,"Bahwa murid yang sudah mencapai derajat gurunya, maka dia jadi mandiri sebagai syeikh dan Allah-lah yang menjadi walinya untuk seterusnya."

Mungkin karena keluwesannya tersebut, sehingga terdapat puluhan tarekat yang masuk dalam kategori Qidiriyah di dunia Islam. Seperti Banawa yang berkembang pada abad ke-19, Ghawtsiyah (1517), Junaidiyah (1515 M), Kamaliyah (1584 M), Miyan Khei (1550 M), Qumaishiyah (1584), Hayat al-Mir, semuanya di India. Di Turki terdapat tarekat Hindiyah, Khulusiyah, Nawshahi, Rumiyah (1631 M), Nabulsiyah, Waslatiyyah. Dan di Yaman ada tarekat Ahdaliyah, Asadiyah, Mushariyyah, 'Urabiyyah, Yafi'iyah (718-768 H/1316 M) dan Zayla'iyah. Sedangkan di Afrika terdapat tarekat Ammariyah, Bakka'iyah, Bu' Aliyya, Manzaliyah dan tarekat Jilala, nama yang biasa diberikan masyarakat Maroko kepada Abdul Qodir Jilani. Jilala dimasukkan dari Maroko ke Spanyol dan diduga setelah keturunannya pindah dari Granada, sebelum kota itu jatuh ke tangan Kristen pada tahun 1492 M dan makam mereka disebut "Syurafa Jilala".

Dari ketaudanan nabi dan sabahat Ali ra dalam mendekatkan diri kepada Allah swt tersebut, yang kemudian disebut tarekat, maka tarekat Qodiriyah menurut ulama sufi juga memiliki tujuan yang sama. Yaitu untuk mendekat dan mendapat ridho dari Allah swt. Oleh sebab itu dengan tarekat manusia harus mengetahui hal-ikhwal jiwa dan sifat-sifatnya yang baik dan terpuji untuk kemudian diamalkan, maupun yang tercela yang harus ditinggalkannya.

Misalnya dengan mengucapkan kalimat tauhid, dzikir "Laa ilaha Illa Allah" dengan suara nyaring, keras (dhahir) yang disebut (nafi istbat) adalah contoh ucapan dzikir dari Syiekh Abdul Qadir Jaelani dari Sayidina Ali bin Abi Thalib ra, hingga disebut tarekat Qodiriyah. Selain itu dalam setiap selesai melaksanakan shalat lima waktu (Dhuhur, Asar, Maghrib, Isya' dan Subuh), diwajibkan membaca istighfar tiga kali atau lebih , lalu membaca salawat tiga kali, Laailaha illa Allah 165 (seratus enam puluh lima) kali. Sedangkan di luar shalat agar berdzikir semampunya.

Dalam mengucapkan lafadz Laa pada kalimat "Laa Ilaha Illa Allah" kita harus konsentrasi dengan menarik nafas dari perut sampai ke otak.

Kemudian disusul dengan bacaan Ilaha dari arah kanan dan diteruskan dengan membaca Illa Allah ke arah kiri dengan penuh konsentrasi, menghayati dan merenungi arti yang sedalam-dalamnya, dan hanya Allah swt-lah tempat manusia kembali. Sehingga akan menjadikan diri dan jiwanya tentram dan terhindar dari sifat dan perilaku yang tercela.

Menurut ulama sufi (al-Futuhat al-Rubbaniyah), melalui tarekat mu'tabarah tersebut, setiap muslim dalam mengamalkannya akan memiliki keistimewaan, kelebihan dan karomah masing-masing. Ada yang terkenal sebagai ahli ilmu agama seperti sahabat Umar bin Khattab, ahli syiddatil haya' sahabat Usman bin Affan, ahli jihad fisabilillah sahabat Hamzah dan Khalid bin Walid, ahli falak Zaid al-Farisi, ahli syiir Hasan bin Tsabit, ahli lagu Alquran sahabat Abdillah bin Mas'ud dan Ubay bin Ka'ab, ahli hadis Abi Hurairah, ahli adzan sahabat Bilal dan Ibni Ummi Maktum, ahli mencatat wahyu dari Nabi Muhammad saw adalah sahabat Zaid bin Tsabit, ahli zuhud Abi Dzarr, ahli fiqh Mu'ad bin Jabal, ahli politik peperangan sahabat Salman al-Farisi, ahli berdagang adalah Abdurrahman bin A'uf dan sebagainya.

Bai'at
Untuk mengamalkan tarekat tersebut melalui tahapan-tahan seperti pertama, adanya pertemuan guru (syeikh) dan murid, murid mengerjakan salat dua rakaat (sunnah muthalaq) lebih dahulu, diteruskan dengan membaca surat al-Fatihah yang dihadiahkan kepada Nabi Muhammad saw. Kemudian murid duduk bersila di depan guru dan mengucapkan istighfar, lalu guru mengajarkan lafadz Laailaha Illa Allah, dan guru mengucapkan "infahna binafhihi minka" dan dilanjutkan dengan ayat mubaya'ah (QS Al-Fath 10). Kemudian guru mendengarkan kalimat tauhid (Laa Ilaha Illallah) sebanyak tiga kali sampai ucapan sang murid tersebut benar dan itu dianggap selesai. Kemudian guru berwasiat, membaiat sebagai murid, berdoa dan minum.

Kedua, tahap perjalanan. Tahapan kedua ini memerlukan proses panjang dan bertahun-tahun. Karena murid akan menerima hakikat pengajaran, ia harus selalu berbakti, menjunjung segala perintahnya, menjauhi segala larangannya, berjuang keras melawan hawa nafsunya dan melatih dirinya (mujahadah-riyadhah) hingga memperoleh dari Allah seperti yang diberikan pada para nabi dan wali.

Tarekat (thariqah) secara harfiah berarti "jalan" sama seperti syariah, sabil, shirath dan manhaj. Yaitu jalan menuju kepada Allah guna mendapatkan ridho-Nya dengan mentaati ajaran-ajaran-Nya. Semua perkataan yang berarti jalan itu terdapat dalam Alquran, seperti QS Al-Jin:16," Kalau saja mereka berjalan dengan teguh di atas thariqah, maka Kami (Allah) pasti akan melimpahkan kepada mereka air (kehidupan sejati) yang melimpah ruah".

Istilah thariqah dalam perbendaharaan kesufian, merupakan hasil makna semantik perkataan itu, semua yang terjadi pada syariah untuk ilmu hukum Islam. Setiap ajaran esoterik/bathini mengandung segi-segi eksklusif. Jadi, tak bisa dibuat untuk orang umum (awam). Segi-segi eksklusif tersebut misalnya menyangkut hal-hal yang bersifat "rahasia" yang bobot kerohaniannya berat, sehingga membuatnya sukar dimengerti. Oleh sebab itu mengamalkan tarekat itu harus melalui guru (mursyid) dengan bai'at dan guru yang mengajarkannya harus mendapat ijazah, talqin dan wewenang dari guru tarekat sebelumnya. Seperti terlihat pada silsilah ulama sufi dari Rasulullah saw, sahabat, ulama sufi di dunia Islam sampai ke ulama sufi di Indonesia.

Qodiriyah di Indonesia
Seperti halnya tarekat di Timur Tengah. Sejarah tarekat Qodiriyah di Indonesia juga berasal dari Makkah al-Musyarrafah. Tarekat Qodiriyah menyebar ke Indonesia pada abad ke-16, khususnya di seluruh Jawa, seperti di Pesantren Pegentongan Bogor Jawa Barat, Suryalaya Tasikmalaya Jawa Barat, Mranggen Jawa Tengah, Rejoso Jombang Jawa Timur dan Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur. Syeikh Abdul Karim dari Banten adalah murid kesayangan Syeikh Khatib Sambas yang bermukim di Makkah, merupakan ulama paling berjasa dalam penyebaran tarekat Qodiriyah. Murid-murid Sambas yang berasal dari Jawa dan Madura setelah pulang ke Indonesia menjadi penyebar Tarekat Qodiriyah tersebut.

Tarekat ini mengalami perkembangan pesat pada abad ke-19, terutama ketika menghadapi penjajahan Belanda. Sebagaimana diakui oleh Annemerie Schimmel dalam bukunya "Mystical Dimensions of Islam" hal.236 yang menyebutkan bahwa tarekat bisa digalang untuk menyusun kekuatan untuk menandingi kekuatan lain. Juga di Indonesia, pada Juli 1888, wilayah Anyer di Banten Jawa Barat dilanda pemberontakan. Pemberontakan petani yang seringkali disertai harapan yang mesianistik, memang sudah biasa terjadi di Jawa, terutama dalam abad ke-19 dan Banten merupakan salah satu daerah yang sering berontak.

Tapi, pemberontakan kali ini benar-benar mengguncang Belanda, karena pemberontakan itu dipimpin oleh para ulama dan kiai. Dari hasil penyelidikan (Belanda, Martin van Bruneissen) menunjukkan mereka itu pengikut tarekat Qodiriyah, Syeikh Abdul Karim bersama khalifahnya yaitu KH Marzuki, adalah pemimpin pemberontakan tersebut hingga Belanda kewalahan. Pada tahun 1891 pemberontakan yang sama terjadi di Praya, Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat (NTB) dan pada tahun 1903 KH Khasan Mukmin dari Sidoarjo Jatim serta KH Khasan Tafsir dari Krapyak Yogyakarta, juga melakukan pemberontakan yang sama.

Sementara itu organisasi agama yang tidak bisa dilepaskan dari tarekat Qodiriyah adalah organisasi tebrbesar Islam Nahdlaltul Ulama (NU) yang berdiri di Surabaya pada tahun 1926. Bahkan tarekat yang dikenal sebagai Qadariyah Naqsabandiyah sudah menjadi organisasi resmi di Indonesia.

Juga pada organisasi Islam Al-Washliyah dan lain-lainnya. Dalam kitab Miftahus Shudur yang ditulis KH Ahmad Shohibulwafa Tadjul Arifin (Mbah Anom) di Pimpinan Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya Jabar dalam silsilah tarekatnya menempati urutan ke-37, sampai merujuk pada Nabi Muhammad saw, Sayyidina Ali ra, Abdul Qadir Jilani dan Syeikh Khatib Sambas ke-34.

Sama halnya dengan silsilah tarekat almrhum KH Mustain Romli, Pengasuh Pesantren Rejoso Jombang Jatim, yang menduduki urutan ke-41 dan Khatib Sambas ke-35. Bahwa beliau mendapat talqin dan baiat dari KH Moh Kholil Rejoso Jombang, KH Moh Kholil dari Syeikh Khatib Sambas ibn Abdul Ghaffar yang alim dan arifillah (telah mempunyai ma'rifat kepada Allah) yang berdiam di Makkah di Kampung Suqul Lail.

Silsilahnya.
1. M Mustain Romli, 2, Usman Ishaq, 3. Moh Romli Tamim, 4. Moh Kholil, 5. Ahmad Hasbullah ibn Muhammad Madura, 6. Abdul Karim, 7. Ahmad Khotib Sambas ibn Abdul Gaffar, 8. Syamsuddin, 9. Moh. Murod, 10. Abdul Fattah, 11. Kamaluddin, 12. Usman, 13. Abdurrahim, 14. Abu Bakar, 15. Yahya, 16. Hisyamuddin, 17. Waliyuddin, 18. Nuruddin, 19. Zainuddin, 20. Syarafuddin, 21. Syamsuddin, 22. Moh Hattak, 23. Syeikh Abdul Qadir Jilani, 24. Ibu Said Al-Mubarak Al-Mahzumi, 25. Abu Hasan Ali al-Hakkari, 26. Abul Faraj al-Thusi, 27. Abdul Wahid al-Tamimi, 28. Abu Bakar Dulafi al-Syibli, 29. Abul Qasim al-Junaid al-Bagdadi, 30. Sari al-Saqathi, 31. Ma'ruf al-Karkhi, 32. Abul Hasan Ali ibn Musa al-Ridho, 33. Musa al-Kadzim, 34. Ja'far Shodiq, 35. Muhammad al-Baqir, 36. Imam Zainul Abidin, 37. Sayyidina Husein, 38. Sayyidina Ali ibn Abi Thalib, 39. Sayyidina Nabi Muhammad saw, 40. Sayyiduna Jibril dan 41. Allah Swt. Masalah silsilah tersebut memang berbeda satu sama lain, karena ada yang disebut seecara keseluruhan dan sebaliknya. Di samping berbeda pula guru di antara para kiai itu sendiri.

www.sufinews.com

FULL STORY >>

Tarekat Alawiyyah

Tarekat Alawiyyah berbeda dengan tarekat sufi lain pada umumnya. Perbedaan itu, misalnya, terletak dari praktiknya yang tidak menekankan segi-segi riyadlah (olah ruhani) dan kezuhudan, melainkan lebih menekankan pada amal, akhlak, dan beberapa wirid serta dzikir ringan.


Sehingga wirid dan dzikir ini dapat dengan mudah dipraktikkan oleh siapa saja meski tanpa dibimbing oleh seorang mursyid. Ada dua wirid yang diajarkannya, yakni Wirid Al-Lathif dan Ratib Al-Haddad. Juga dapat dikatakan, bahwa tarekat ini merupakan jalan tengah antara Tarekat Syadziliyah [yang menekankan riyadlah qulub (olah hati) dan batiniah] dan Tarekat Al-Ghazaliyah [yang menekankan riyadlah al-‘abdan (olah fisik)].

Tarekat Alawiyyah merupakan salah satu tarekat mu’tabarah dari 41 tarekat yang ada di dunia. Tarekat ini berasal dari Hadhramaut, Yaman Selatan dan tersebar hingga ke berbagai negara, seperti Afrika, India, dan Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tarekat ini didirikan oleh Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir – lengkapnya Imam Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir -- , seorang tokoh sufi terkemuka asal Hadhramat pada abad ke-17 M. Namun dalam perkembangannya kemudian, Tarekat Alawiyyah dikenal juga dengan Tarekat Haddadiyah, yang dinisbatkan kepada Sayyid Abdullah al-Haddad, selaku generasi penerusnya. Sementara nama “Alawiyyah” berasal dari Imam Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir.

Tarekat Alawiyyah, secara umum, adalah tarekat yang dikaitkan dengan kaum Alawiyyin atau lebih dikenal sebagai saadah atau kaum sayyid – keturunan Nabi Muhammad SAW – yang merupakan lapisan paling atas dalam strata masyarakat Hadhrami. Karena itu, pada masa-masa awal tarekat ini didirikan, pengikut Tarekat Alawiyyah kebanyakan dari kaum sayyid (kaum Hadhrami), atau kaum Ba Alawi, dan setelah itu diikuti oleh berbagai lapisan masyarakat muslim lain dari non-Hadhrami.

Tarekat Alawiyyah juga boleh dikatakan memiliki kekhasan tersendiri dalam pengamalan wirid dan dzikir bagi para pengikutnya. Yakni tidak adanya keharusan bagi para murid untuk terlebih dahulu diba’iat atau ditalqin atau mendapatkan khirqah jika ingin mengamalkan tarekat ini. Dengan kata lain ajaran Tarekat Alawiyyah boleh diikuti oleh siapa saja tanpa harus berguru sekalipun kepada mursyidnya. Demikian pula, dalam pengamalan ajaran dzikir dan wiridnya, Tarekat Alawiyyah termasuk cukup ringan, karena tarekat ini hanya menekankan segi-segi amaliah dan akhlak (tasawuf ‘amali, akhlaqi). Sementara dalam tarekat lain, biasanya cenderung melibatkankan riyadlah-riyadlah secara fisik dan kezuhudan ketat.

Oleh karena itu dalam perkembangan lebih lanjut, terutama semasa Syekh Abdullah al-Haddad – Tarekat Alawiyyah yang diperbaharui – tarekat ini memiliki jumlah pengikut yang cukup banyak seperti di Indonesia. Bahkan dari waktu ke waktu jumlah pengikutnya terus bertambah seiring dengan perkembangan zaman. Tarekat Alawiyyah memiliki dua cabang besar dengan jumlah pengikut yang juga sama banyak, yakni Tarekat ‘Aidarusiyyah dan Tarekat ‘Aththahisiyyah.

Biografi Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir
Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir (selanjutnya Imam Ahmad) adalah keturunan Nabi Muhammad SAW melalui garis Husein bin Sayyidina Ali bin Abi Thalib atau Fathimah Azzahra binti Rasulullah SAW. Ia lahir di Basrah, Irak, pada tahun 260 H. Ayahnya, Isa bin Muhammad, sudah lama dikenal sebagai orang yang memiliki disiplin tinggi dalam beribadah dan berpengetahuan luas. Mula-mula keluarga Isa bin Muhammad tinggal di Madinah, namun karena berbagai pergolakan politik, ia kemudian hijrah ke Basrah dan Hadhramaut. Sejak kecil hingga dewasanya Imam Ahmad sendiri lebih banyak ditempa oleh ayahnya dalam soal spiritual. Sehingga kelak ia terkenal sebagai tokoh sufi. Bahkan oleh kebanyakan para ulama pada masanya, Imam Ahmad dinyatakan sebagai tokoh yang tinggi hal-nya (keadaan ruhaniah seorang sufi selama melakukan proses perjalanan menuju Allah—red).

Selain itu, Imam Ahmad juga dikenal sebagai seorang saudagar kaya di Irak. Tapi semua harta kekayaan yang dimilikinya tak pernah membuat Imam Ahmad berhenti untuk beribadah, berdakwah, dan berbuat amal shaleh. Sebaliknya, semakin ia kaya semakin intens pula aktivitas keruhanian dan sosialnya.

Selama di Basrah, Imam Ahmad sering sekali dihadapkan pada kehidupan yang tak menentu. Misalnya oleh berbagai pertikaian politik dan munculnya badai kedhaliman dan khurafat. Sadar bahwa kehidupan dan gerak dakwahnya tak kondusif di Basrah, pada tahun 317 H Imam Ahmad lalu memutuskan diri untuk berhijrah ke kota Hijaz. Dalam perjalanan hijrahnya ini, Imam Ahmad ditemani oleh istrinya, Syarifah Zainab binti Abdullah bin al-Hasan bin Ali al-Uraidhi, dan putra terkecilnya, Abdullah. Dan setelah itu ia kemudian hijrah ke Hadhramaut dan menetap di sana sampai akhir hayatnya.

Tapi dalam sebuah riwayat lain disebutkan, sewaktu Imam Ahmad tinggal di Madinah Al-Munawarrah, ia pernah menghadapi pergolakan politik yang tak kalah hebat dengan yang terjadi di kota Basrah. Pada saat itu, tepatnya tahun 317 H, Mekkah mendapat serangan sengit dari kaum Qaramithah yang mengakibatkan diambilnya Hajar Aswad dari sisi Ka’bah. Sehingga pada tahun 318 H, tatkala Imam Ahmad menunaikan ibadah haji, ia sama sekali tidak mencium Hajar Aswad kecuali hanya mengusap tempatnya saja dengan tangan. Barulah setelah itu, ia pergi menuju Hadhramaut.

Awal Perkembangan Tarekat Alawiyyah
Tonggak perkembangan Tarekat Alawiyyah dimulai pada masa Muhammad bin Ali, atau yang akrab dikenal dengan panggilan Al-Faqih al-Muqaddam (seorang ahli agama yang terpandang) pada abad ke-6 dan ke-7 H. Pada masanya, kota Hadhramaut kemudian lebih dikenal dan mengalami puncak kemasyhurannya. Muhammad bin Ali adalah seorang ulama besar yang memiliki kelebihan pengetahuan bidang agama secara mumpuni, di antaranya soal fiqih dan tasawuf. Di samping itu, konon ia pun memiliki pengalaman spiritual tinggi hingga ke Maqam al-Quthbiyyah (puncak maqam kaum sufi) maupun khirqah shufiyyah (legalitas kesufian).

Mengenai keadaan spiritual Muhammad bin Ali ini, al-Khatib pernah menggambarkan sebagai berikut: (“Pada suatu hari, Al-Faqih al-Muqaddam tenggelam dalam lautan Asma, Sifat dan Dzat Yang Suci”). Pada hikayat ke-24, para syekh meriwayatkan bahwa syekh syuyukh kita, Al-Faqih al-Muqaddam, pada akhirnya hidupnya tidak makan dan tidak minum. Semua yang ada di hadapannya sirna dan yang ada hanya Allah. Dalam keadaan fana’ seperti ini datang Khidir dan lainnya mengatakan kepadanya: “Segala sesuatu yang mempunyai nafs (ruh) akan merasakan mati .” Dia mengatakan, “Aku tidak mempunyai nafs.” Dikatakan lagi, “Semua yang berada di atasnya (dunia) akan musnah.” Dia menjawab, “Aku tidak berada di atasnya.” Dia mengatakan lagi, “Segala sesuatu akan hancur kecuali wajah-Nya (Dia).” Dia menjawab, “Aku bagian dari cahaya wajah-Nya.” Setelah keadaan fana’-nya berlangsung lama, lalu para putranya memintanya untuk makan walaupun sesuap. Menjelang akhir hayatnya, Al- mereka memaksakan untuk memasukkan makanan ke dalam perutnya. Dan setelah makanan tersebut masuk mereka mendengar suara (hatif). “Kalian telah bosan kepadanya, sedang kami menerimanya. Seandainya kalian biarkan dia tidak makan, maka dia akan tetap bersama kalian.”

Setelah wafatnya Muhammad bin Ali, perjalanan Tarekat Alawiyyah lalu dikembangkan oleh para syekh. Di antaranya ada empat syekh yang cukup terkenal, yaitu Syekh Abd al-Rahman al-Saqqaf (739), Syekh Umar al-Muhdhar bin Abd al-Rahman al-Saqqaf (833 H), Syekh Abdullah al-‘Aidarus bin Abu Bakar bin Abd al-Rahman al-Saqqaf (880 H), dan Syekh Abu Bakar al-Sakran (821 H).

Selama masa para syekh ini, dalam sejarah Ba Alawi, di kemudian hari ternyata telah banyak mewarnai terhadap perkembangan tarekat itu sendiri. Dan secara umum, hal ini bisa dilihat dari ciri-ciri melalui para tokoh maupun berbagai ajarannya dari masa para imam hingga masa syekh di Hadhramaut.

Pertama, adanya suatu tradisi pemikiran yang berlangsung dengan tetap mempertahankan beberapa ajaran para salaf mereka dari kalangan tokoh Alawi, seperti Al-Quthbaniyyah, dan sebutan Imam Ali sebagai Al-Washiy, atau keterikatan daur sejarah Alawi dan Ba Alawi. Termasuk masalah wasiat dari Rasulullah untuk Imam Ali sebagai pengganti Nabi Muhammad SAW.
Kedua, adanya sikap elastis terhadap pemikiran yang berkembang yang mempermudah kelompok ini untuk membaur dengan masyarakatnya, serta mendapatkan status sosial yang terhormat hingga mudah mempengaruhi warna pemikiran masyarakat.
Ketiga, berkembangnya tradisi para sufi kalangan khawwash (elite), seperti al-jam’u, al-farq, al-fana’ bahkan al-wahdah, sebagaimana yang dialami oleh Muhammad bin Ali (Al-Faqih al-Muqaddam) dan Syekh Abd al-Rahman al-Saqqaf.
Keempat, dalam Tarekat Alawiyyah, berkembang suatu usaha pembaharuan dalam mengembalikan tradisi tarekat sebagai Thariqah (suatu madzhab kesufian yang dilakukan oleh seorang tokoh sufi) hingga mampu menghilangkan formalitas yang kaku dalam tradisi tokoh para sufi.
Kelima, bila pada para tokoh sufi, seperti Hasan al-Bashri dengan zuhd-nya, Rabi’ah al-Adawiyah dengan mahabbah dan al-isyq al-Ilahi-nya, Abu Yazid al-Busthami dengan fana’-nya, al-Hallaj dengan wahdah al-wujud-nya, maka para tokoh Tarekat Alawiyyah, selain memiliki kelebihan-kelebihan itu, juga dikenal dengan al-khumul dan al-faqru-nya. Al-khumul berarti membebaskan seseorang dari sikap riya’ dan ‘ujub, yang juga merupakan bagian dari zuhud. Adapun al-faqru adalah suatu sikap yang secara vertikal penempatan diri seseorang sebagai hamba di hadapan Khaliq (Allah) sebagai zat yang Ghani (Maha Kaya) dan makhluk sebagai hamba-hamba yang fuqara, yang selalu membutuhkan nikmat-Nya. Secara horizontal, sikap tersebut dipahami dalam pengertian komunal bahwa rahmat Tuhan akan diberikan bila seseorang mempunyai kepedulian terhadap kaum fakir miskin.

Penghayatan ajaran tauhid seperti ini menjadukan kehidupan mereka tidak bisa dilepaskan dari kaum kelas bawah maupun kaum tertindas (mustadl’afin). Syekh Abd al-Rahman al-Saqqaf misalnya, selama itu dikenal dengan kaum fuqara-nya, sedangkan istri Muhammad bin Ali terkenal dengan dengan ummul fuqara-nya.

Syekh Abdullah al-Haddad dan Tarekat Alawiyyah
Nama lengkapnya Syekh Abdullah bin Alwi al-Haddad atau Syekh Abdullah al-Haddad. Dalam sejarah Tarekat Alawiyyah, nama al-Haddad ini tidak bisa dipisahkan, karena dialah yang banyak memberikan pemikiran baru tentang pengembangan ajaran tarekat ini di masa-masa mendatang. Ia lahir di Tarim, Hadhramaut pada 5 Safar 1044 H. Ayahnya, Sayyid Alwi bin Muhammad al-Haddad, dikenal sebagai seorang yang saleh. Al-Haddad sendiri lahir dan besar di kota Tarim dan lebih banyak diasuh oleh ibunya, Syarifah Salma, seorang ahli ma’rifah dan wilayah (kewalian).

Peranan al-Haddad dalam mempopulerkan Tarekat Alawiyyah ke seluruh penjuru dunia memang tidak kecil, sehingga kelak tarekat ini dikenal juga dengan nama Tarekat Haddadiyyah. Peran al-Haddad itu misalnya, ia di antaranya telah memberikan dasar-dasar pengertian Tarekat Alawiyyah. Ia mengatakan, bahwa Tarekat Alawiyyah adalah Thariqah Ashhab al-Yamin, atau tarekatnya orang-orang yang menghabiskan waktunya untuk ingat dan selalu taat pada Allah dan menjaganya dengan hal-hal baik yang bersifat ukhrawi. Dalam hal suluk, al-Haddad membaginya ke dalam dua bagian.

Pertama, kelompok khashshah (khusus), yaitu bagi mereka yang sudah sampai pada tingkat muhajadah, mengosongkan diri baik lahir maupun batin dari selain Allah di samping membersihkan diri dari segala perangai tak terpuji hingga sekecil-kecilnya dan menghiasi diri dengan perbuatan-perbuatan terpuji. Kedua, kelompok ‘ammah (umum), yakni mereka yang baru memulai perjalanannya dengan mengamalkan serangkaian perintah-perintah as-Sunnah. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa Tarekat Alawiyyah adalah tarekat ‘ammah, atau sebagai jembatan awal menuju tarekat khashshah.

Karena itu, semua ajaran salaf Ba Alawi menekankan adanya hubungan seorang syekh (musryid), perhatian seksama dengan ajarannya, dan membina batin dengan ibadah. Amal shaleh dalam ajaran tarekat ini juga sangat ditekankan, dan untuk itu diperlukan suatu tarekat yang ajarannya mudah dipahami oleh masyarakat awam.

Al-Haddad juga mengajarkan bahwa hidup itu adalah safar (sebuah perjalanan menuju Tuhan). Safar adalah siyahah ruhaniyyah (perjalanan rekreatif yang bersifat ruhani), perjalanan yang dilakukan untuk melawan hawa nafsu dan sebagai media pendidikan moral. Oleh karena itu, di dalam safar ini, para musafir setidaknya membutuhkan empat hal. Pertama, ilmu yang akan membantu untuk membuat strategi, kedua, sikap wara’ yang dapat mencegahnya dari perbuatan haram. Ketiga, semangat yang menopangnya. Keempat, moralitas yang baik yang menjaganya

sufinews.com
http://sufiroad.blogspot.com

FULL STORY >>

Keramat Aulia Allah

Melihat dalil-dalil karomah para wali
Keberadaan keramat para wali telah ditetapkan dalam al Qur’an, Sunnah Rasul Saw, serta atsar shahabat dan orang-orang setelah mereka, sampai zaman sekarang ini. Keberadaannya juga diakui oleh mayoritas ulama ahli sunnah yang terdiri dari para ahli fikih, para ahli hadits, para ahli usul dan para syaikh tasawuf yang karangan-karangan mereka banyak berbicaratentangnya. Selain itu, keberadaanya juga telah dibuktikan dengan kejadian-kejadian nyata di berbagai masa. Dengan demikian, karamah tetap (terbukti) secara mutawatir maknawi, meskipun rinciannya diriwayatkan secara ahad (sendiri-sendiri). Keramat tidak dingkari, kecuali oleh ahli bid’ah dan kesesatan yang imannya kepada Allah, sifat-sifat-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya lemah

1. Sumber Al Qur’an
a. Ashabul Kahfi, Cerita Ashabul Kahfi yang tertidur panjang dalam keadaan hidup dan selamat dari bencana selama 309 tahun, dan Allah menjaga mereka dari panasnya matahari. Allah berfirman, “Dan engkau akan melihat ketika matahari terbit, dia condong dari gua mereka ke sebelah kanan. Dan ketika matahari itu terbenam, dia menjauhi mereka ke sebelah kiri.” (QS. al Kahfi : 17)
“Dan engkau mengira mereka itu bangun, padahal mereka tidur. Dan kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka menjulurkan kedua lengannya di muka pintu gua.” (QS. al Kahfi : 18)


b. Kisah Maryam, yang menggoyang pohon kurma yang kering. Seketika itu juga pohon tersebut menjadi rindang dan berjatuhanlah kurma yang sudah masak di luar musimnya. “Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu.” (QS. Maryam : 25). Apa yang diceritakan Allah dalam al Qur’an kepada kita bahwa setiap kali Zakaria masuk ke mihrab Maryam, dia menemukan rezeki di dalamnya, padahal tidak ada yang masuk ke situ selain dia. Lalu dia berkata, “Wahai Maryam, dari manakah engkau memperoleh ini?” Maryam menjawab, “Ini semua dari Allah.” Setiap kali Zakaria masuk untuk menemui Maryam di mihrab, dia temukan makanan di sisinya. Lalu dia berkata, “Hai Maryam, dari mana engkau memperoleh (makanan)” ini? Maryam menjawab, “Makanan ini dari sisi Allah.” (Ali Imran : 37).


c. Asif bin Barkhiya, bersama Sulaiman as., sebagaimana dikatakan oleh mayoritas mufasirin, “Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari kitab, Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.” (QS. an Nahl : 40). Maka dia pun membawa singgasana Ratu Bilqis dari Yaman ke Palestina sebelum mata berkedip.

2. Sumber As Sunnah
1) Kisah Juraij al Abid yang berbicara dengan bayi yang masih dalam buaian. Ini adalah Hadits shahih yang dikeluakan oleh Bukhari dan Muslim dalam Ash Shahihain.
2) Kisah seorang anak laki-laki yang berbicara ketika masih dalam buaian.

3) Kisah tiga orang laki-laki yang masuk ke dalam gua dan bergesernya batu besar yang sebelumnya menutupi pintu gua tersebut. Hadits ini yang disepakati keshahihannya. 4) Kisah lembu yang berbicara dengan pemiliknya. Hadits ini adalah hadits shahih yang masyhur.

3. Sumber Atsar Para Shahabat
1) Kisah Abu Bakar ra. bersama para tamunya tentang bertambah banyaknya makanan. Sampai setelah mereka selesai makan, makanan tersebut menjadi lebih banyak dari sebelumnya. Ini adalah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari.
2) Kisah Umar ra. ketika dia berada di atas mimbar di Madinah dan dia memanggil panglima yang sedang berada di Persia, “Wahai Sariah, naik gunung, naik gunung !” ini adalah hadits hasan.
3) Kisah Utsman ra. bersama seorang laki-laki yang datang kepadanya, lalu Utsman memberi tahu tentang apa yang terjadi ketika dia sedang dalam perjalanan melihat seorang perempuan asing.
4) Kisah Ali ibn Abi Thalib yang mampu mendengarkan pembicaraan orang-orang yang sudah mati, sebagaimana yang dikeluarkan oleh Baihaqi.
5) Kisah Abbad ibn Basyar dan Asid ibn Hadhir ketika tongkat salah seorang di antara mereka mengeluarkan cahaya sewaktu mereka keluar dari kediaman Rasulullah Saw pada malam yang gelap. Ini adalah hadits shahih yang dikeluarkan oleh Bukhari.
6) Kisah Khabib ra. dan syetandan angguryang ada di tangannya. Dia memakannya di luar musimnya. Ini adalah hadits shahih.
7) Kisah Sa’ad dan Said ra. ketika masing-masing dari keduanya memohon azab atas orang yang telah berdusta atasnya. Doa tersebut lalu dikabulkan. Hadits ini dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim.
8) Kisah Abur al Alla’ ibn al Hadhrami yang membelah laut di atas kudanya, dan air muncul berkat doanya. Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Sa’ad dalam ath Thabaqat al Qubra.
9) Kisah Khalid ibn Walid ra. ketika meminum racun. Kisah ini dikeluarkan oleh Baihaqi, Abu Nuaim, Thabrani dan Ibnu Sa’ad dengan sanad yang shahih.
10) Jari-jari tangan Hamzah al Aslami yang bercahaya ketika malam gelap gulita. Hadits ini dikeluarkan oleh Bukhari.
11) Kisah Ummu Aiman dan bagaimana dia kehausan ketika hijrah, lalu turun kepadanya ember dari langit, dan dia pun minum. Kisah ini diriwayatkan oleh Abu Nuaim dalam al Hilyah.
12) Kisah seorang shahabat yang bisa mendengarkan suara orang yang membaca surah al Mulk dari kuburan setelah tenda dipasang di atasnya. Kisah ini diriwayatkan oleh Tirmidzi.
13) Bertasbihnya piring pesar yang dipakai untuk makan oleh Salman al Farisi dan Abu Darda ra. Dan mereka berdua mendengar tasbih tersebut. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Nuaim. 14) Kisah Safinah ra. budak laki-laki Rasulullah dan seekor singa. Kisah ini diriwayatkan oleh Hakim dalam al Mustadrak dan Abu Nuaim dalam al Hilyah.
Ini hanyalah sebagian kecil dari banyak kejadian tentang keramat para shahabat Rasulullah Saw kemudian, keramat juga banyak terjadi pada para wali di masa tabiin dan para pengikut tabiin sampai saat sekarang ini, sehingga sangat sulit untuk dihitung jumlahnya.

Sebagian orang barangkali bertanya, “Kenapa keramat yang ada pada shahabat yang lebih sedikit daripada keramat yang ada pada para wali yang muncul setelah mereka?” Dalam ath Thabaqat, Tajuddin dalam as Subki menjawab pertanyaan ini dengan berkata, jawabannya adalah jawaban Ahmad ibn Hambal ketika ditanya tentang hal tersebut. Dia berkata, para shahabat adalah orang-orang yang telah kuat imannya. Oleh karena itu, mereka tidak memerlukan sesuatu untuk menguatkan iman mereka. Sementara orang-orang selain shahabat, iman mereka masih lemah dan belum sampai pada tingkat iman para shahabat. Oleh karena itu, iman mereka dikuatkan dengan keramat yang diberikan kepada mereka. (Yusuf an Nabhani, Jami’u Karamat al Auliya’, jilid I, hlm.20)

Sumber : Wasiat Sufi (Drs. K. Ahmad Mufid)

Repost: http://sufiroad.blogspot.com/2010/08/blog-post.html

FULL STORY >>

Antara Srigala Dan Manusia

(Epochtimes.co.id)
Kisah paling tak terlupakan yang terjadi lebih dari 40 tahun lalu. Suatu pagi pada pertengahan Oktober, tim kami terdiri dari sopir, tiga teknisi, dan empat pengawal bersenjata, masuk ke truk untuk melanjutkan eksplorasi tambang didaerah pegunungan Himalaya.

(INTERNET)

Semua orang memiliki senapan serbu dan pistol. Sebelum mulai, kenalan lamaku dari Suku Nakhi (sebuah suku yang tinggal di kaki Gunung Himalaya, Tibet) ingin ikut bersama kami. Karena salju semakin tebal di jalan, truk kami akhirnya tidak dapat berjalan. Kami tidak bisa bergerak maju atau mundur, karena truk akan meluncur menuruni gunung. Kami semua turun dari truk dan berusaha mencari cabang pohon untuk menahan roda belakang.

Pada saat yang sama, kami melihat gerombolan hewan berwarna kuning cokelat berjarak 200 meter dari kami, perlahan bergerak mendekat. Kami tidak dapat memastikannya. Mereka pasti bukan hewan ternak ataupun kumpulan serigala, karena serigala di utara berwarna keabu-abuan.

Tiba-tiba orang Nakhi berteriak, “Cepat masuk kedalam truk! Mereka kawanan serigala lapar! “

Kami masuk ke truk, dengan roda masih berputar. Kemudian kami melihat kawanan serigala semakin banyak. Delapan diantaranya terlihat perutnya kosong dan kakinya kurus. Ketika teman saya, Wu, mencoba menembak serigala dengan senapan, orang Nakhi itu berteriak, “Apa yang kamu lakukan?”

Dia merebut senapan dari tangan Wu dan berkata, “Anda tidak boleh menyulut api. Sia-sia saja karena mereka akan sembunyi di bawah truk ketika mereka mendengar suara atau masuk ke dalam hutan. Jika itu terjadi, kita menjadi hidangan empuk. Serigala-serigala itu akan mengunyah ban truk dan mengumpulkan lebih banyak kawanan untuk menyerang kita.”

“Apa yang harus kita lakukan?” tanyaku panik.

Orang Nakhi menjawab, “Jangan cemas, salju memblok gunung dan kawanan serigala kelaparan. Mereka semakin menggila. Apakah kita memiliki makanan di truk?”

“Ya”, jawab kami serempak.

“OK, buang makanan ke mereka,” perintah pria Nakhi itu.

Kami semua melemparkan daging asap, ham, dan dendeng rusa. Serigala-serigala menyerbu dan memakannya dengan lahap. Mereka kemudian duduk berbaris dan melihat pintu truk. Pria Nakhi itu berteriak lagi, “Makanan lainnya!”

Kami membuang 100 kilogram lebih daging dari truk kami! Kemudian melemparkan sekitar 50 kilo lagi. Aku ingin sekali menangis. Kawanan serigala tersebut kembali menyerbu pasokan daging tapi kini mereka makan lebih lambat. Kami bisa melihat perut mereka mulai penuh. Dalam waktu singkat, mereka habis melahap semuanya dan melihat ke arah pintu truk lagi.

“Ada makanan lagi?” tanya pria Naxi itu. “Jangan simpan apapun, Habiskan simpanan makanan dalam truk. Kita bisa membeli lebih banyak lagi saat berada di kota.”

Aku berpikir, “Apakah kami bakal mendapat kesempatan untuk kembali” Kami melemparkan semua makanan termasuk dendeng rusa favorit kami. Delapan serigala melahap semua daging, tetapi mereka hanya mengendus lusinan paket biskuit.

Kami menyadari bahwa perut kawanan serigala itu cukup penuh, cahaya bersinar lembut di mata mereka, dan mereka tidak lagi duduk membentuk barisan lurus. Salah satu dari mereka mengitari truk dua kali dan kemudian berlari ke depan truk. Setelah beberapa saat, ia memimpin ketujuh serigala lain dan berlari masuk ke hutan.

Kami melupakan rasa kecewa dan mulai mendorong truk sekali lagi. Tidak membantu, mungkin kami harus bermalam di sana. Kemudian delapan serigala besar keluar dari hutan dan menuju ke jalan. Anehnya, setiap serigala membawa ranting di mulutnya. Kami tidak tahu apa yang mereka lakukan, jadi kami masuk kembali ke truk untuk mengamati mereka.

Dalam sekejap, kawanan serigala meletakkan ranting-ranting tersebut di belakang roda belakang. Aku berteriak gembira, “Kawanan serigala datang untuk membantu kita.”

Serigala itu mendengar teriakanku dan menatapku. Mereka terlihat tidak buas. Kedelapan serigala itu langsung merangkak di bawah truk. Lalu aku melihat salju keluar dari kedua sisi truk, butiran salju menuruni gunung dan beberapa menumpuk di pinggir jalan. Setelah beberapa saat, delapan serigala keluar dari bawah truk dan berlari ke arah depan. Dengan kepala menghadap satu arah dan ekor menghadap bagian depan truk sambil berdiri dalam satu baris, mereka mendorong salju dengan mulut mereka. Lalu saling berhadapan, empat pada setiap sisi truk, mereka menendang salju-salju keras itu dengan kaki belakang mereka — perlahan-lahan permukaan jalan terlihat.

Air mata membasahi pipi, dengan gembira aku berkata pada Wu, “Kawanan serigala membantu kita mengeruk salju. Cepat nyalakan mesin truk.” Dan truk akhirnya bisa berjalan. Pria Nakhi itu memeluk kami.

Ketika truk bergerak maju, serigala-serigala melompat-lompat sambil memungut ranting-ranting dari tanah. Setiap kali truk berjalan di atas salju tebal, serigala meletakkan ranting-ranting di bawah dan mengulangi apa yang mereka lakukan sebelumnya. Hal ini terulang sekitar belasan kali hingga kami melaju lebih dari satu mil dan mencapai puncak gunung.

Setelah kami berada di puncak gunung, kawanan serigala tidak lagi memegang ranting di mulut mereka tapi duduk membentuk satu baris. Tapi kali ini, salah satu dari serigala terlihat lelah.

Pria Nakhi memberitahu kami bahwa serigala itu adalah pemimpin kawanan dan ide itu mungkin berasal darinya untuk membantu kami. Kami sangat terharu dan bertepuk tangan sambil mengucap syukur. Namun, kawanan serigala tersebut hanya menatap kami dan mengikuti si pemimpin berjalan perlahan ke atas gunung dan menghilang di balik hutan pinus.

(Huang Shan/The Epoch Times/val)

FULL STORY >>

Vaksin HPV

(Epochtimes.co.id)

Meskipun ribuan gadis menderita efek samping yang parah akibat suntikan Gardasil, produsen Merck & Co, Inc, terus memproduksi dan memasarkan vaksin yang seharusnya melindungi perempuan dari kanker serviks (leher rahim). Saat ini para orang tua memperingatkan tentang vaksin tersebut di situs mereka.

Banyak laporan masuk tentang efek samping suntikan Gardasil yang  parah. (AFP/GETTY IMAGES)

Menurut Natural News Magazine, Food and Drug Administration (FDA) menyetujui vaksin Gardasil untuk pasar Amerika pada 2006 dan Februari 2009, lebih dari 40 juta dosis telah didistribusikan di seluruh dunia.

Gardasil merupakan vaksin yang seharusnya dapat mencegah kanker serviks yang disebabkan human papilloma virus (HPV). Virus ini menyebar melalui hubungan seksual atau kontak kulit.

Menurut situs www.Truthaboutgardasil.org, ribuan gadis yang menerima 1-3 suntikan vaksin dilaporkan mendapatkan efek samping yang parah, seperti kejang, stroke, penyakit autoimun (penyakit yang disebabkan antibodi menyerang sel tubuh sendiri), kelelahan kronis, rambut rontok, sakit dada, lemah otot, perubahan siklus menstruasi, penglihatan kabur, kehilangan pendengaran, dan kelumpuhan. Kematian juga telah dilaporkan setelah menerima vaksin.

Penggagas situs tersebut Marian Greene, seorang ibu yang anak gadisnya menderita reaksi negatif terhadap vaksin. Greene berharap situs tersebut akan membantu meningkatkan kesadaran akan bahaya Gardasil dan vaksin lain pada umumnya. Dengan membagikan pengalaman dan berita cedera yang disebabkan vaksin ini, dia berharap dapat segera menyingkirkannya vaksin itu dari pasar.

Saat ini Merck juga merekomendasikan Gardasil untuk remaja pria. Perusahaan ini juga sedang berusaha menjangkau negara-negara berkembang, melalui bantuan kampanye baru, lapor Natural News.

Di Swedia, para orangtua melakukan gerakan menentang Gardasil. Ann-Britt Axelsdotter dari Gothenburg membuat sebuah situs: Mothers Against Gardasil (Para Ibu Menentang Gardasil). Dia memutuskan melakukan ini, setelah dia menerima surat iklan yang menawarkan Gardasil pada putri remajanya.

Negara-negara lain juga mengikuti

“Beberapa orang tua di Belanda, Inggris, dan Australia yang mengkhawatirkan masalah ini, ingin memberikan informasi yang lebih mendalam tentang vaksin dan yang terkandung di dalamnya,” tutur Axelsdotter kepada The Epoch Times.

Dia khawatir vaksin yang telah disetujui belum teruji baik dan menyebabkan banyak efek samping pada remaja putri di seluruh dunia.

“Tidak ada studi yang menunjukkan berapa lama vaksin ini efektif, yang berarti remaja putri harus mendapatkan suntikan serum tambahan di saat usianya yang masih belasan. Jika Anda sudah terinfeksi HPV, risiko kanker serviks sebenarnya akan meningkat jika Anda diberi vaksin tersebut,” kata Axelsdotter.

Axelsdotter mengatakan bahwa vaksin modern terbuat dari rekombinan DNA (rekayasa DNA), yang artinya mengandung substansi yang dapat menembus pelindung darah otak sehingga menyebabkan cedera parah. Vaksin HPV tidak diuji apakah bersifat karsinogenik (substansi penyebab kanker) atau tidak.

Dia mengecam pemasaran dan pendistribusian vaksin HPV yang sangat cepat di dunia Barat.

“Perusahaan farmasi sangat gencar melakukan lobi di semua negara, dan sekarang mereka menganggap vaksin itu akan menjadi bagian dari program vaksinasi anak saat ini. Begitu juga di Swedia.”

Dia juga memperingatkan vaksin-vaksin mahal yang tidak perlu.

“Vaksin HPV merupakan vaksin termahal yang pernah dipasarkan, terlepas dari kenyataan jika studi menunjukkan bahwa sebagian besar infeksi HPV dapat diselesaikan sepenuhnya oleh diri mereka sendiri, dan vaksin itu memiliki risiko kesehatan yang potensial. Ini telah disampaikan Dr. Diane Harper, seorang peneliti terkemuka di bidang tersebut.”

Di Swedia, ada dua vaksin HPV yang tersedia: Gardasil dari Sanofi Pasteur, dan Cervarix dari GlaxoSmithKline.

Semua gadis Swedia usia antara 9-12 diduga telah diberi vaksin HPV awal Januari 2010. Namun, ada sengketa hukum yang sedang diperdebatkan antara Sanofi Pasteur (pengecer Merck) dan GlaxoSmithKline, tentang proses penentuan vaksin manakah yang semestinya diinvestasikan oleh pemerintah Swedia, tutup Axelsdotter.

FULL STORY >>

Pernafasan Yang Benar Dapat Mengurangi Rasa Sakit

(Epochtimes.co.id)

Reaksi yang umum saat menghadapi rasa sakit dan stres dengan menghembuskan udara (hiperventilasi) atau sekadar menahan napas sejenak (tarik nafas dalam waktu singkat dan pendek). Sayangnya, reaksi ini hanya akan menimbulkan lebih banyak kecemasan dan tidak membantu kita menjadi lebih tenang sehingga dapat melakukan pendekatan masalah dengan baik dan berpikir rasional.

Saat Anda meregangkan tubuh, bernapaslah dalam-dalam.  (PHOTOS)

Sebelum terjebak dalam situasi stres, akan sangat membantu jika mempraktekkan pernapasan dalam-dalam secara teratur. Bernapas dalam-dalam sungguh merelakskan bahkan menambah tenaga. Bernapas dalam-dalam juga dapat membantu menenangkan pikiran hanya dengan fokus pada pernapasan.

Dengan sengaja memperhatikan napas secara teratur, akan mengajarkan Anda cara untuk lebih mengontrol pikiran. Anda mungkin berpikir, “Saya tidak dapat menghentikan pikiran.” Ini mungkin benar sampai batas tertentu. Namun, jika Anda belajar memperhatikan pikiran, Anda akan dapat lebih banyak mengontrol kapan harus berpikir dan apa yang harus dipikirkan daripada sebelumnya.

Pernapasan berubah sesuai dengan berbagai tingkat stres mental atau fisik kita. Jika kita secara sadar mengubah cara kita bernapas, perubahan tersebut yang akan mempengaruhi kondisi mental dan fisik kita.

Stress mental dan nyeri otot akan meningkatkan rasa sakit. Bernapas dalam-dalam secara efektif akan melatih stres dan ketegangan mental, sehingga membantu meringankan rasa sakit. Inilah salah satu alasan mengapa bernapas dalam-dalam sering disarankan pada pasien yang mengalami penyakit yang menyakitkan.

Agar dapat bernapas dalam-dalam secara efektif, tarik napas sangat perlahan dan cobalah melakukan penarikan napas panjang selama mungkin. Lakukan hal yang sama saat menghembuskan nafas. Rasakan perjalanan napas dalam tubuh Anda. Apakah Anda merasakannya saat di tenggorokan, dada, dan atau di perut? Bagian tubuh mana yang ikut naik dan turun seiring dengan pernapasan? Apakah bahu, dada, atau perut?

Idealnya, kita menggunakan diafragma untuk menarik napas, tapi banyak diantara kita yang menggunakan otot di bahu dan dada untuk menarik oksigen. Kedua otot ini dirancang untuk menjadi kelompok sekunder dalam menarik napas, bukan yang utama.

Setelah Anda mencatat kebiasaan Anda bernapas, duduk tegak atau berdiri, letakkan tangan pada perut, dan lakukan latihan pernapasan melalui perut.

Bayangkan oksigen berjalan melalui pusat tenggorokan dan di bawah tulang dada, tanpa mengangkatnya, dan ke perut bagian bawah, yang akan mengembang saat diafragma menarik oksigen masuk.

Saat Anda menghembuskan napas perlahan, bayangkan oksigen berjalan naik dari perut, melewati bagian belakang tenggorokan, dan keluar dari hidung.

Saat berlatih ini, buatlah suara yang menunjukkan laut, seolah-olah Anda fogging cermin.

Tarik napas selama empat hitungan, berhenti sejenak, dan kemudian hembuskan dalam empat hitungan. Berhenti sejenak sebelum menarik napas kembali.

Berlatihkan selama 5-10 menit. Perhatikan bagaimana kondisi pikiran ketika telah menyelesaikan meditasi pernapasan yang sederhana ini.

Saat Anda telah merasa nyaman dengan cara bernapas ini, lakukan pernapasan ke berbagai area tubuh Anda. Misalnya, saat Anda melakukan peregangan otot, mulailah bernapas dalam-dalam. Saat Anda menghirup napas, bayangkan ada paru-paru dalam otot yang Anda regangkan. Bernapaslah dalam paru-paru tersebut.

Perhatikan bagaimana cara ini mempengaruhi peregangan Anda. Apakah dapat membantu meringankan rasa sakit dari peregangan? Apakah dapat membantu memperdalam peregangan Anda?

Anda dapat menggunakan teknik ini jika menderita cedera atau sakit. Setelah bernapas di wilayah yang menyakitkan, perhatikan bagaimana pernapasan ini dapat membantu.

FULL STORY >>

Baguskah Pakaian Hitam?


Miriam Silverberg  (INTERNET)
Miriam Silverberg
(Epochtimes.co.id)

Sepintas terlintas di benak saya, bagaimana pendapat Anda tentang warna hitam? Saya baru kembali dari jalan-jalan di sepanjang Madison Avenue dan singgah di restoran kelas menengah untuk mengisi perut, namun saya merasa seperti baru pulang dari sebuah pemakaman massal.

Begitu banyak perempuan mengatakan untuk memakai warna apapun asalkan itu hitam. Saya tidak mengerti hal ini. Ketika semua orang mengenakan warna hitam, sepertinya dia terlihat agak menyedihkan. Bagaimana Anda bisa merasa bersemangat dan ceria ketika Anda tampak begitu menjemukan? Dalam situasi perekonomian ini, perasaan ceria sangat penting.

Saya tahu hitam bisa membuat Anda terlihat lebih ramping, tetapi begitu banyak perempuan yang sehari-harinya menggunakan pakaian warna hitam meski tubuh mereka sudah teramat kurus. Hitam bukan warna yang mudah untuk dikenakan karena ia membiaskan aura kelam pada wajah dan membuat penampilan Anda terlihat suram.

Saya suka warna hitam dan saya punya setumpuk pakaian hitam dalam lemari, sama seperti saya suka warna merah atau warna lainnya, saya juga punya banyak warna lain dalam lemari pakaian. Hanya saja saya tidak mengidolakan warna hitam sementara mengesampingkan warna lain.

Hari ini saya makan siang dengan dua orang gadis yang keduanya mengenakan pakaian hitam dari atas sampai bawah. Sementara saya mengenakan rok putih dan atasan putih bergaris-garis biru, sabuk emas dan aksesoris.

Mereka berdua saling berkomentar tentang penampilan saya yang menawan dan bertanya-tanya apakah mereka harus berhenti memakai warna hitam. Setelah lama berpikir, akhirnya mereka memutuskan tanpa alasan bahwa mereka akan merasa tidak nyaman dengan warna lain dan ketika aku tanya mengapa, jawaban mereka hanya, “yah, semua orang suka warna hitam, semua orang memakainya.”

Semua orang mengenakan warna hitam justru merupakan alasan terbaik yang terpikir olehku untuk menghindari warna hitam. Saya tidak suka berpenampilan serupa dengan orang lain. Saya suka gaun hitam mini dan tidak bisa membayangkan sedang berpakaian rapi tanpa sedikitpun yang kurang. Apabila Anda menemukan diri Anda terjebak dalam sebuah kondisi, terus-menerus memakai hitam atau warna lain yang sama, cobalah Anda terobos. Anda tidak harus memakai merah atau motif bunga. Anda dapat mencoba syal dalam warna lain atau mengenakan tas berwarna cerah.

Anda, yang selalu memakai warna atau gaya yang sama, cobalah ganti dengan sesuatu yang berbeda. Dan kirim tulisan Anda pada saya, biarkan saya tahu bagaimana perasaan Anda. Saya yakin Anda akan kaget karena Anda akan merasakan sesuatu yang berbeda.

Miriam Silverberg adalah seorang jurnalis lepas dan pemilik Miriam Associates Silverberg, sebuah agen publisitas butik di Manhattan. Hubungi silverbergm@mindspring.com.

FULL STORY >>

Kepolosan Hati Anak Kecil

Menurut Anda apa yang ada dalam mata seorang anak kecil yang baru berusia empat tahun, benda-benda apa yang dia lihat? Anjing kecil, kucing? Permen? Kue? Mainan? Ataukah peri kecil seperti dalam cerita anak-anak?

(INTERNET)

Di sebelah rumah saya, tinggal seorang gadis kecil bernama Sherly yang baru berusia empat tahun. Suatu hari, seorang guru Taman Kanak-kanak memberi Sherly semangkuk bubur ikan teri, tetapi Sherly tidak sanggup memakan bubur itu. Dia merasa semua mata ikan-ikan kecil itu sedang memandang ke arahnya.

“Bayi-bayi ikan ini seharusnya berada dalam laut dan bermain dengan ayah ibu mereka, mengapa mereka semua berada dalam mangkuk bubur saya?” Mata kesedihan ikan-ikan kecil itu benar-benar telah menyentuh hati kecilnya. Dia tidak meneteskan air mata, hanya dengan lembut mendorong mangkuk itu dari hadapannya.

Mulai saat itu, dalam hati Sherly berjanji untuk menghindari makanan sejenis. Meskipun Sherly masih tetap bermain dan bersenda gurau seperti sediakala, namun yang membedakan, dia mulai pilih-pilih makanan. Pada awalnya tidak ada orang yang memperhatikan, tetapi ketika makan bersama di resto cepat saji, bibinya menemukan perubahan dalam diri Sherly.

Tidak seperti biasanya Sherly hanya memesan salad dan kentang goreng. Bahkan saat di rumah nenek, Sherly juga tidak lagi menyantap habis iga dan ikan goreng buatan nenek yang paling ia gemari. Dengan sedih nenek berkata, “Siapa yang menyuruh anak ini berpantang daging? Usia masih begitu kecil mana boleh pantang daging?” Semua orang mencoba mencari jawaban darinya, tetapi Sherly tidak pernah menjawab.

Suatu hari, ibunya menemukan sebuah buku tentang melindungi kehidupan di dalam tas kecilnya. Menggunakan kesempatan ini, si ibu bertanya kepada Sherly mengapa dia hanya makan sayuran (pantang daging). Akhirnya Sherly menceritakan peristiwa tentang mata ikan-ikan kecil dalam mangkuk buburnya.

Sherly yang baru berusia empat tahun, bisa memahami bagaimana ikan-ikan kecil tersebut berjuang keras dalam lautan yang luas untuk mempertahankan hidup.

Masih ada lagi seorang anak kecil bernama Andy. Dia masih berusia empat tahun dan tinggal di AS. Dalam usianya yang sangat muda, Andy telah merasakan ratapan dan penderitaan umat manusia.

Saat itu Andy makan siang sambil nonton TV yang sedang menayangkan anak-anak Etiopia. Beberapa pasang mata tidak berdaya anak-anak itu sedang menatap ke arahnya. Secara spontan Andy tidak mampu menelan daging ayam yang ada dalam piringnya.

“Saya ingin memberikan daging ayam ini kepada mereka!” kata Andy kepada nenek yang ada disampingnya. Nenek Andy berkata, “Anak bodoh! Etiopia itu jauh sekali. Kalau daging ayam itu dikirim, sesampainya di sana daging ayam itu juga sudah tidak bisa dimakan!”

“Kalau begitu di sekitar rumah kita bukankah ada anak yang tidak bisa membeli makan?”

Nenek berkata, “Nenek kira pasti ada.”

Lalu Andy berkata, “Kalau begitu kita sumbangkan daging ayam ini kepada mereka.” Beberapa pasang mata yang sedang menahan lapar itu, telah membuat hati Andy timbul perasaan belas kasih yang kuat.

Dalam pandangan anak kecil, apa yang bisa mereka lihat? Ketika kita terlilit oleh dunia fana, jiwa kita menjadi kasar, mata hati kita tertutup. Kepolosan cara pandang anak kecil, serta sepasang mata mereka yang hangat dan penuh kasih, acapkali bisa membimbing kita kembali ke asal jati diri, menemukan kembali kemurnian dan ketulusan anak kecil yang sudah lama hilang dalam hidup kita.

FULL STORY >>