Kapal Enterprise itu berputar.  Mengitari planet jingga yang diselimuti awan tipis. Nama planet itu  Fotialla. Setelah agak dekat, Kapten James Kirk turun ke permukaan. Sang  komandan meluncur dengan teknologi teleportasi. Sementara, kemudi kapal  diambil alih Mr Spock.
Yang mereka tahu,  Fotialla atau planet M-113, adalah planet tua dengan peradaban yang  telah mati. Faktanya tidak. Mereka diserang oleh alien buruk rupa yang  mampu bersalin wajah seperti manusia. Bahkan alien menyelusup ke dalam  Enterprise dan menewaskan beberapa kru kapal. 
Ini bukan kisah nyata, melainkan salah satu adegan Star Trek  dalam episode 'The  Man Trap'. Semua kejadian fiksi itu digambarkan terjadi tahun  1513.1. Di skenarionya, Fotialla dikategorikan sebagai Planet kelas-M.  Planet jenis ini memiliki atmosfer dengan kandungan oksigen, nitrogen,  dan air yang berlimpah.
Dalam dunia nyata,  klasifikasi planet kelas-M itu mirip dengan terminologi ilmiah ‘Planet  Goldilock.’ Para ahli meramalkan, di planet inilah, manusia suatu saat  bisa tinggal.
Akhir September 2010, sekawanan  pakar pemburu planet baru, menemukan salah satu planet goldilock. Planet  baru itu kemudian diberi nama Gliese 581g.
Tim pemburu yang menemukan Gliese 581g, itu adalah Steven  Vogt dari University of California (UC) Santa Cruz, Paul Butler dari  Carnegie Institution, Eugenio River dari UCSC, Nader Hagahighipour dari  University of Hawaii, Manoa, serta Gregory Henry dan Michael Williamson,  dari Tennessee State University.
Planet 581g ini  terletak di konstelasi Libra, dalam sistem tata surya bintang kerdil  merah (Red Dwarf). Bintang kerdil berwarna merah itu dikatalogkan  astronom Jerman Wilhem Gliese, pada tahun 1957. Guna menghormat sang  penemu, bintang kerdil merah yang menyerupai matahari itu kemudian  diberi nama Gliese 581.
Gliese 581 memiliki  sejumlah planet yang mengitarinya, yang kemudian diberi nama Gliese 581  dengan diimbuhi dengan abjad di belakangnya sebagai pembeda.
Planet yang paling dekat dengan bintang induk Gliese 581  diberi nama Gliese 581e, disusul Gliese 581b, dan Gliese 581c. Planet  yang berada di posisi keempat adalah planet yang baru ditemukan, Gliese  581g. Dua planet di belakangnya diberi nama Gliese 581d, dan yang  terjauh Gliese 581f.
Namun yang kini paling  menarik perhatian adalah Gliese 581g. Sebab planet baru itu sangat mirip  dengan kondisi bumi.
Steven  Vogt, penemu planet itu, kurang sreg dengan nama Gliese 581g. Planet baru ini, katanya,  "terlalu cantik untuk diberi nama Gliese 581g." Vogt lebih suka  menamainya Zarmina, nama istri Vogt yang tinggal di California.
Mengenal Zarmina Lebih Dekat 
Planet ini mirip dengan bumi. Ukurannya lebih besar, sekitar  20 hingga 50 persen lebih besar dari bumi. “Planet ini bisa menampung  lebih banyak real  estate daripada bumi,” kata Vogt setengah bercanda. Dengan ukuran  sebesar itu, Zarmina tentu saja bisa mampu menampung lebih banyak mahluk  hidup, termasuk manusia.
Bagaimana keadaan  di sana? Zarmina ini memiliki massa 3 hingga 4 kali lebih besar dari  massa bumi. Gravitasi di permukaannya juga lebih besar, sekitar 1 hingga  1,5 lebih besar dari gravitasi bumi. Artinya, kalau kalau di bumi bobot  Anda 70kg, maka di Zarmina akan melar hingga sekitar 100kg.
Kekuatan gravitasi yang lebih besar itu,  membuat Zarmina mampu menahan lapisan atmosfer di permukaannya. Atmosfir  memang sangat penting, terutama untuk menjaga tekanan air, agar tetap  bisa berwujud cair. 
“Dari data yang kami kumpulkan  planet ini berada di jarak yang tepat untuk menemukan keberadaan air,  dan massa planet ini juga tepat untuk keberadaan atmosfir,” kata Paul  Butler, peneliti dari Carnegie Institution of Washington, yang membantu  Vogt. Dengan posisi seperti itu, Zarmina mungkin saja bisa dihuni  manusia.
Ahli Riset Astronomi Astrofisika  dari LAPAN, Profesor Dr. Thomas Djamaludin, menegaskan bahwa setidaknya  ada tiga syarat utama sebuah planet bisa dihuni. Yakni sumber panas  (matahari), air dan kehidupan organik. Dari indikasi yang ditemukan para  ahli, Zarmina sudah memenuhi dua dari tiga syarat tadi.
Jarak Zarmina dengan matahari ( Gliese 581) sekitar 0,15  satuan astronomi (SA). Dan 1 satuan SA setara dengan jarak bumi dengan  matahari, atau sekitar 150 juta km.
Artinya, jarak  Zarmina dengan mataharinya (Gliese 581) 7 kali lebih dekat daripada  jarak bumi ke matahari. Bila bumi memiliki revolusi selama 364 hari,  Zarmina hanya memerlukan 37 hari guna menuntaskan sekali putaran di  orbitnya.
Karena Gliese 581 jauh lebih kecil  dari ukuran matahari yang dikitari bumi, bintang itu tak akan sepanas  matahari. Oleh karenanya, suhu rata-rata permukaan Zarmina, diperkirakan  berkisar antara -31 hingga -12 derajat Celsius.
Namun temperatur aktual planet ini cukup ekstrim. Bisa sangat  panas. Bisa pula sangat dingin. Menurut Vogt, di antara kawasan panas  dan dingin, terdapat wilayah terminator.
Pada  wilayah terminator yang dilewati garis khatulistiwa, suhunya terasa  hangat, seperti di Meksiko atau Ekuador, di mana penghuni di sana masih  cukup nyaman mengenakan kaus berlengan.
Di wilayah  yang panas, angin akan bertiup dengan kecepatan 30-40 mil per jam.  Sementara di tempat yang dingin, angin berhembus dengan kecepatan hingga  10 mil per jam.
Uniknya, lantaran  letaknya cukup dekat dengan bintang induk, Zarmina sama sekali tidak  melakukan rotasi seperti bumi. Untuk mempertahankan posisinya dari  tarikan gravitasi matahari (Gliese 581), posisi Zarmina terkunci.
Permukaan yang menghadap matahari akan tetap mendapat cahaya  dan panas, sementara permukaan sebelah belakang akan gelap dan dingin  sepanjang masa. Oleh karenanya, di planet itu tidak ada siang dan malam.  Bagian yang menghadapi matahari selalu siang dan bagian sebaliknya,  malam selalu. 
Sejak 11 Tahun Lalu
Penemuan ini adalah hasil jerih payah Steven Vogt dan timnya,  yang mengawali penelitian yang disponsori National Science Foundation  dan NASA, sejak 11 tahun lalu.
Vogt, adalah  Profesor astronomi dan astrofisika yang telah melakukan observasi di  berbagai riset UCSC dan University of California Observatories, sejak  1978. Vogt adalah orang yang mendesain spektrometer HIRES, yang  digunakan untuk mengukur kecepatan radial sebuah bintang.
Menurut Kepala Observatorium Boscha Lembang, Hakim L Malasan,  Vogt adalah salah satu tokoh pionir dalam penemuan planet yang layak  huni, selain Prof Michel Mayor dan Didier Queloz yang pada 1995  menemukan planet ekstrasolar (planet-planet di luar tata surya) pertama,  di sistem bintang 51 Pegasi.
Penemuan Zarmina  sendiri disandarkan pada penelitian-penelitian di Observatorium WM Keck  di Mauna Kea, Hawaii, yang dikombinasikan dengan data-data dari  Observatorium Geneva Swiss, yang sebelumnya sudah menemukan empat planet  Gliese lain.
Ini memang seperti berada di  perbatasan antara fiksi dan kenyataan. Para peneliti sendiri tak pernah  melihat langsung planet Zarmina melalui teleskop, karena teleskop hanya  bisa melihat cahaya dari bintang induk Gliese 581.
Mereka hanya bisa menganalisa adanya planet-planet - termasuk  Zarmina, dengan menggunakan spektrometer yang mampu mengukur kecepatan  radial bintang Gliese 581.
Gaya tarik menarik  antara bintang Gliese 581 dengan Zarmina, menyebabkan bintang induk  mengalami pergerakan dan berputar pada orbit yang kecil. Dengan  mengamati kecepatan radial itulah, kemudian planet Zarmina terdeteksi  dan dapat diperkirakan massa dan orbitnya.
Penemuan Zarmina sendiri dicapai melalui perdebatan dan  kompetisi yang cukup seru di kalangan para peneliti. Untuk mengumpulkan  data-data, setiap tahun Tim Vogt hanya memiliki 15 hari untuk  menggunakan teleskop, yang diantre oleh begitu banyak tim yang meriset  berbagai obyek penelitian.
Tim Vogt sempat  berkonflik dengan Observatorium Geneva, ketika mereka meminta data-data  yang sangat penting. "Saya sempat mengatakan kepada pihak Swiss bahwa  ini adalah kerja keras dan dan kita harus melewati tahapan di mana,  'Data kami lebih sempurna dan data Anda tidak, dan seterusnya, dan  seterusnya,'" kata Vogt.
Untungnya, Vogt berhasil  meyakinkan pihak Swiss untuk membagi data-data guna menuntaskan  risetnya. "Saling membantu satu sama lain, adalah cara terbaik untuk  menemukan kebenaran," ujarnya.
Planet Habitable  Selanjutnya
Penemuan Vogt itu  disanjung para ilmuwan ternama. Salah satunya adalah Sara Seager, pakar  Eksoplanet (planet-planet di luar tata surya) dari MIT. “Penemuan ini  sangatincremental  dan monumental,” kata Sara.
Menurutnya,  riset-riset yang dilakukannya telah menemukan beberapa planet yang lebih  kecil dan letaknya dekat dengan zona yang bisa ditinggali manusia (habitable  zone). Tapi, dia melanjutkan, “Ini adalah planet yang benar-benar  berada di habitable  zone.”
Disanjung begitu rupa, Vogt dan  Butler tetap merendah. Penemuan ini, kata Vogt, bukanlah puncak dari  pencapaian astronomi. Zarmina, katanya, cuma pemicu awal yang akan  membawa ke berbagai penemuan planet-planet Goldilock berikutnya.
"Planet ini begitu dekat, dan kami menemukannya dengan cukup  singkat. Boleh jadi, kami akan menemukan yang seperti ini lagi," kata  Vogt.
Di luar Zarmina, diperkirakan masih ada lebih  dari 400 planet ekstrasolar yang menunggu ditemukan. Namun, seperti  kata Profesor Thomas Djamaluddin, penemuan planet-planet habitable saat  ini lebih pada tujuan penemuan terhadap kemungkinan adanya kehidupan  mahluk cerdas lain selain manusia.
Sementara untuk  tujuan untuk membangun koloni manusia di planet tersebut, masih belum  terpikirkan. “Itu masih lebih mirip dengan cerita science  fiction,” kata Djamaluddin. Sebab, untuk mencapai planet Zarmina  yang jauhnya sekitar 20 tahun cahaya (sekitar 200 triliun km), butuh  waktu yang sangat lama.
Menurut Vogt, sebuah  pesawat luar angkasa berkecepatan sepersepuluh kecepatan cahaya  (kecepatan cahaya adalah 300 ribu km per detik), baru akan membawa  manusia sampai ke planet itu dalam waktu 220 tahun.
Saat ini, mungkin hanya Kapten Kirk dengan USS Enterprise-nya  yang bisa membawa manusia ke Zarmina. Kecepatan aman USS Enterprise  yang mencapai 5 Warp (sekitar 100 kali kecepatan cahaya) secara teoritis  bisa membelah jarak bumi ke Zarmina hanya dalam tempo kurang dari 2  jam.
vivanews.com