Meng Jiang
Senin
Meng Jiang
Putri  Meng Jiang dikabarkan pernah hidup pada 2.200 tahun yang lalu semasa  dinasti Qin. Keberadaannya telah menjadi legenda dimasyarakat hingga  kini, berikut kisahnya :
Sebuah  keluarga yang bermarga Meng suatu ketika menanam labu manis disepanjang  pagar rumahnya. Tumbuhan tersebut tumbuh dengan pesat dan merambat  melewati pagar pembatas yang bersebelahan dengan keluarga bermarga  Jiang. Sebuah labu manis besar tumbuh didekat pagar tersebut, saat  keluarga Meng membelah labu itu, tiba-tiba muncul seorang gadis cilik  dari dalam labu.
Gadis cilik ini kemudian bernama putri Meng Jiang. Dia tumbuh menjadi seorang gadis cantik laksana dewi kayangan, dia juga terkenal ramah dan cerdas, piawai dalam membuat puisi dan bermain musik serta mendalami nilai-nilai Konfusius. Pasangan tua Meng memperlakukannya seperti anak mereka sendiri.
Gadis cilik ini kemudian bernama putri Meng Jiang. Dia tumbuh menjadi seorang gadis cantik laksana dewi kayangan, dia juga terkenal ramah dan cerdas, piawai dalam membuat puisi dan bermain musik serta mendalami nilai-nilai Konfusius. Pasangan tua Meng memperlakukannya seperti anak mereka sendiri.
Kaisar  pertama dinasti Qin sangat kejam dan lalim. Demi mempertahankan  keutuhan dinasti yang baru tumbuh ini, dia memerintahkan ratusan pemuda  bekerja sebagai budak untuk membangun Tembok Besar disisi utara tanpa  memperdulikan keselamatan jiwa mereka. Banyak pemuda yang meninggal  karena kelelahan.
Tersebutlah  seorang pelajar bernama Wan Xiliang yang melarikan diri dari rumahnya  untuk menghindari kerja paksa tersebut, dia bersembunyi dihalaman  belakang keluarga Meng. Tanpa sengaja Putri Meng Jiang menemukannya, dan  memberitahu ayahnya. Ayah putri Meng adalah orang yang berhati baik,  beliau memutuskan untuk menolong Wan menghindar dari pemerintah. 
Selama  dalam persembunyiannya dirumah Meng, keluarga Meng akhirnya mengenal  dan menyadari bahwa Wan Xiliang adalah seorang pelajar yang cerdas dan  baik budi, sehingga mereka menjodohkannya dengan puri Meng Jiang.
Tiga  hari setelah perkawinan secara sembunyi-sembunyi mereka, sekelompok  petugas pemerintah menggeledah rumah keluarga Meng dan membawa pergi Wan  Xiliang. Putri Meng Jiang tahu kalau suaminya akan dijadikan budak  pembangunan Tembok Besar. Setahun lamanya dia menunggu, airmata  seringkali membasahi bantalnya. Namun tak ada kabar berita dari sang  suami. Akhirnya dia memutuskan untuk mencari suaminya. Namun seberapa  jauhkah Tembok Besar itu ? Setelah berjalan kaki berhari-hari lamanya,  putri Meng Jiang bertanya kepada seorang kakek tua. Kakek itu menjawab, “Ada   suatu tempat yang sangat jauh bernama propinsi You ; Tembok Besar itu ada jauh disebelah utaranya.”
Selama  dalam perjalanan putri Meng Jiang mengalami banyak penderitaan. Dia  berjalan seharian dan bermalam dimanapun dia berhenti. Dia makan roti  dingin dan minum air dari sungai yang dia jumpai. Seringkali dia  kelelahan dan kedinginan, namun dia tetap melanjutkan perjalanan, tak  peduli hujan dan terik mentari, tanah lapang ataupun pegunungan berbatu.  Seringkali dia dibantu oleh beberapa keluarga yang ditemui selama  perjalanannya.
Akhirnya  putri Meng Jiang tiba di Tembok Besar pada suatu hari musim gugur yang  dingin. Hatinya tersayat saat melihat para pekerja membawa muatan yang  berat dibawah pengawasan penjaga. Dia lalu bertanya kepada orang-orang  dimana suaminya Wan Xiliang berada, namun yang didapat hanyalah kabar  suaminya telah meninggal beberapa hari setelah ditangkap. Tubuhnya  dikubur dibawah Tembok Besar.
Seketika  putri Meng Jiang terguncang oleh kesedihan yang teramat dalam ; dia  menangis dan menangis diatas Tembok Besar tersebut, airmatanya mengalir  bagaikan sungai. Dia memukul-mukul Tembok Besar itu, menyesali kematian  suami dan takdir dirinya. Tangisannya membuat trenyuh para pekerja dan  penjaga, sehingga menghentikan pekerjaan mereka dan ikut mencucurkan  airmata bersamanya. Langit menjadi gelap dan angin dingin musim gugur  menjadi lebih menyengat seperti ikut berduka. 
Tiba-tiba  sebuah dentuman keras memecah keheningan, sebagian Tembok Besar runtuh,  memperlihatkan sisa-sisa tubuh pekerja yang terkubur dibawahnya.  Melihat tulang belulang itu, putri Meng Jiang berpikir bagaimana dia  dapat mengenali milik suaminya. Kemudian dia teringat perkataan orang  kuno bahwa tulang orang yang meninggal hanya dapat menyerap darah  anggota keluarganya. Dia lalu menggores ujung jarinya dan membiarkan  darahnya jatuh mengucuri tulang belulang itu. Akhirnya dia menemukan  tulang belulang suaminya, lagipula dia mengenali kancing baju yang  pernah dia jahit untuknya. Putri Meng Jiang mengubur mayat suaminya  menurut ritual layaknya sorang istri yang sangat mencintai suaminya.
Menurut  legenda, bagian Tembok Besar yang runtuh akibat airmata putri Meng  Jiang tidak pernah dibangun lagi (jika dibangun kembali akan segera  runtuh). Kisah putri Meng Jiang menjadikan dirinya sebagai sosok yang  sangat dihormati oleh masyarakat Tiongkok dari generasi ke generasi.  Kuil persembahan putri Meng Jiang berdiri pertama kali pada waktu  dinasti Song, kira-kira 1000 tahun yang lalu, terus terpelihara dan  disembah dari permulaan berdirinya Tembok Besar hingga hari ini didaerah  Timur.


0 komentar to “Meng Jiang”