Belajar Dari Keledai
Sabtu
Belajar Dari Keledai
Suatu hari, ada seorang ayah, seorang anak dan keledai peliharaannya yang sedang dalam perjalanan. Mereka ingin menghadiri pesta yang akan diadakan di desa tetangga. Terik matahari yang menyengat ditambah perjalanan yang jauh membuat mereka kelelahan. Keringat bercucuran dari tubuhnya.
Sang ayah tidak tega melihat anaknya yang kelelahan. Lalu ia menyuruh anaknya untuk naik ke punggung keledai, dan si ayah berjalan kaki. Di tengah perjalanan bertemulah mereka dengan si A. Melihat mereka, si A berkata kepada ayah tersebut: “Sobat, kamu tidak boleh begitu. Dimana-mana yang muda harus mengalah kepada yang tua. Harusnya kamulah yang menunggangi keledai dan anakmu yang berjalan kaki.”
Mendengar hal itu si ayah menyuruh anaknya turun dari punggung keledai dan ayahnya yang menunggangi keledai. Dalam perjalanannya mereka berjumpa dengan si B. Melihat mereka, si B pun berkata: “Hei, ayah macam apa kamu. Masak kamu enak-enak duduk di atas keledai sedangkan anakmu yang masih kecil kamu suruh jalan kaki. Mana cuacanya panas begini.”
Si ayah pun tak enak hati mendengarnya. Lalu ia turun dari punggung keledai dan berjalan kaki bersama-sama dengan anaknya. Biar adil pikirnya. Dari kejauhan tampak si C yang sedang berjalan mendekati mereka. Setelah berbasa-basi sejenak, si C pun mengutarakan hal yang dari tadi ingin ia tanyakan. “Kata kamu, kalian telah menempuh perjalanan selama 3 hari. Tentu melelahkan. Tapi aku lihat, kenapa kamu tidak menaiki keledai itu, malah berjalan kaki. Mubazir donk keledaimu. Sementara orang lain menempuh perjalanan jauh dengan berjalan kaki sampai kelelahan, ingin naik keledai tapi tidak punya uang untuk membeli keledai, sedangkan kamu yang punya keledai malah tidak dimanfaatkan”
Iya juga ya, pikir si ayah. Mungkin ini solusi terbaik, katanya dalam hati. Akhirnya ia naik ke atas keledai dan menyuruh anaknya untuk naik juga ke atas keledai. Datanglah si D. Melihat kejadian di depan matanya, D pun langsung protes. “Hei, kalian tidak berperikemanusiaan. Tega-teganya kalian menyiksa keledai kurus ini. Mengangkat satu orang saja dia sudah kelelahan. Apalagi mengangkat kalian berdua di tengah cuaca sepanas ini. Bisa-bisa dia mati.”
Si ayah pun jadi kebingungan. Begini salah, begitu salah. Akhirnya, saking bingungnya, si ayah pun mengambil keputusan yang ekstrem. Ya sudah, biar aku yang menggendong keledai ini. Si keledai pun senyum-senyum melihat ulah majikannya ini.
Akhirnya sampailah mereka di tempat tujuan. Namun membawa keledai di punggung memperlambat perjalanan mereka. Sesampainya mereka, ternyata pesta nya telah berakhir. Bahkan pestanya telah berakhir 2 hari yang lalu .
Nah, mari belajar dari keledai. Dalam hidup ini sering kali kita terlalu peduli pada pendapat orang lain. Banyak hal yang kita lakukan, sebenarnya bukan untuk mendapat manfaat bagi kita, tapi hanya untuk mendapat pengakuan dari orang lain. Sering kali pula ketika kita membuat keputusan - yang sebenarnya sudah tepat - tapi kita mengubah keputusan tersebut hanya karena komentar-komentar negatif orang lain, yang akhirnya malah menjerumuskan kita.
Sadarilah, tidak ada hal apapun di dunia ini yang akan memuaskan semua orang. Orang baik akan di kritik, orang jahat akan di kritik, orang yang tidak jahat dan tidak baik pun tak akan luput dari kritikan.
Anda yang menentukan nasib anda, bukan orang lain. Kalau anda jatuh, toh para pengkritik juga tidak peduli. Anda yang jatuh, anda sendirilah yang merasakan sakitnya. Mereka hanya akan tertawa saat anda jatuh.
Jangan sampai anda terlambat menyabet peluang yang sudah di depan mata hanya karena omongan-omongan orang lain. Peduli lah hanya kepada saran-saran yang membangun. Lakukan lah apa yang terbaik menurut anda untuk mewujudkan mimpi anda, selama tidak merugikan orang lain.
Sang ayah tidak tega melihat anaknya yang kelelahan. Lalu ia menyuruh anaknya untuk naik ke punggung keledai, dan si ayah berjalan kaki. Di tengah perjalanan bertemulah mereka dengan si A. Melihat mereka, si A berkata kepada ayah tersebut: “Sobat, kamu tidak boleh begitu. Dimana-mana yang muda harus mengalah kepada yang tua. Harusnya kamulah yang menunggangi keledai dan anakmu yang berjalan kaki.”
Mendengar hal itu si ayah menyuruh anaknya turun dari punggung keledai dan ayahnya yang menunggangi keledai. Dalam perjalanannya mereka berjumpa dengan si B. Melihat mereka, si B pun berkata: “Hei, ayah macam apa kamu. Masak kamu enak-enak duduk di atas keledai sedangkan anakmu yang masih kecil kamu suruh jalan kaki. Mana cuacanya panas begini.”
Si ayah pun tak enak hati mendengarnya. Lalu ia turun dari punggung keledai dan berjalan kaki bersama-sama dengan anaknya. Biar adil pikirnya. Dari kejauhan tampak si C yang sedang berjalan mendekati mereka. Setelah berbasa-basi sejenak, si C pun mengutarakan hal yang dari tadi ingin ia tanyakan. “Kata kamu, kalian telah menempuh perjalanan selama 3 hari. Tentu melelahkan. Tapi aku lihat, kenapa kamu tidak menaiki keledai itu, malah berjalan kaki. Mubazir donk keledaimu. Sementara orang lain menempuh perjalanan jauh dengan berjalan kaki sampai kelelahan, ingin naik keledai tapi tidak punya uang untuk membeli keledai, sedangkan kamu yang punya keledai malah tidak dimanfaatkan”
Iya juga ya, pikir si ayah. Mungkin ini solusi terbaik, katanya dalam hati. Akhirnya ia naik ke atas keledai dan menyuruh anaknya untuk naik juga ke atas keledai. Datanglah si D. Melihat kejadian di depan matanya, D pun langsung protes. “Hei, kalian tidak berperikemanusiaan. Tega-teganya kalian menyiksa keledai kurus ini. Mengangkat satu orang saja dia sudah kelelahan. Apalagi mengangkat kalian berdua di tengah cuaca sepanas ini. Bisa-bisa dia mati.”
Si ayah pun jadi kebingungan. Begini salah, begitu salah. Akhirnya, saking bingungnya, si ayah pun mengambil keputusan yang ekstrem. Ya sudah, biar aku yang menggendong keledai ini. Si keledai pun senyum-senyum melihat ulah majikannya ini.
Akhirnya sampailah mereka di tempat tujuan. Namun membawa keledai di punggung memperlambat perjalanan mereka. Sesampainya mereka, ternyata pesta nya telah berakhir. Bahkan pestanya telah berakhir 2 hari yang lalu .
Nah, mari belajar dari keledai. Dalam hidup ini sering kali kita terlalu peduli pada pendapat orang lain. Banyak hal yang kita lakukan, sebenarnya bukan untuk mendapat manfaat bagi kita, tapi hanya untuk mendapat pengakuan dari orang lain. Sering kali pula ketika kita membuat keputusan - yang sebenarnya sudah tepat - tapi kita mengubah keputusan tersebut hanya karena komentar-komentar negatif orang lain, yang akhirnya malah menjerumuskan kita.
Sadarilah, tidak ada hal apapun di dunia ini yang akan memuaskan semua orang. Orang baik akan di kritik, orang jahat akan di kritik, orang yang tidak jahat dan tidak baik pun tak akan luput dari kritikan.
Anda yang menentukan nasib anda, bukan orang lain. Kalau anda jatuh, toh para pengkritik juga tidak peduli. Anda yang jatuh, anda sendirilah yang merasakan sakitnya. Mereka hanya akan tertawa saat anda jatuh.
Jangan sampai anda terlambat menyabet peluang yang sudah di depan mata hanya karena omongan-omongan orang lain. Peduli lah hanya kepada saran-saran yang membangun. Lakukan lah apa yang terbaik menurut anda untuk mewujudkan mimpi anda, selama tidak merugikan orang lain.