Kebudayaan Dan Kuil Di Nepal
 
Kami tiba di Kathmandu dari Abu Dhabi setelah empat jam penerbangan yang nyaman menggunakan Etihad Airlines, langsung disambut dengan prosedur kedatangan yang repot. Di sana, foto visa saya bisa terbang dari tangan petugas imigrasi, keluar jendela terminal sampai landasan pesawat, tapi untungnya langsung ditangkap oleh petugas darat Etihad. Setelah melewati bea cukai, kami menunggu 20 menit sampai agen perjalanan tiba. Seperti kemudian kami ketahui, Kathmandu bukanlah kota bagi mereka yang lemah hati, atau mencari kemewahan kelas bintang lima.
 
Tetapi setelah kesulitan-kesulitan kecil ini, kami sampai di hotel Yak and Yeti, salah satu akomodasi Kathmandu yang cukup tinggi kelasnya, masuk ke kamar yang nyaman dengan pemandangan taman dan kolam renang (satu penuh air, satunya kosong) dan menemukan bar di dekat pusat kota untuk merayakan ketibaan kami di Nepal. Selanjutnya, kami makan kari di sebuah restoran India di mana kami dihibur oleh dua penyanyi Nepal yang menggairahkan.
Keesokannya, kami baru memulai tur berkeliling kota. Agen perjalanan kami menjemput -- kami pikir dia terlambat lagi, tapi ternyata waktu di Nepal itu anehnya 15 menit lebih lambat dari kebanyakan zona waktu -- dan langsung kami dibawa ke berbagai tempat luar biasa. Kuil Bodnath, dibangun dengan gaya arsitektur yang mirip dengan negara tetangga Tibet, dari atapnya Anda bisa melihat pemandangan indah serta warna-warni komunitas di sekitarnya. Selanjutnya kami berhenti agak lama di situs keagamaan Hindu, Pashupathinath, tempat peristirahatan terakhir bagi mereka yang berpulang. Pemandu Nepal kami memberi penjelasan tentang ritual pemakaman. Dia membawa saya sangat dekat ke tempat berapi yang sangat panas, tempat kaki-kaki manusia yang belum terbakar dan tengkorak yang masih bisa terlihat bentuknya. Abu jenazah itu kemudian ditabur di sungai berarus lambat yang dianggap suci.

Setelah  tempat berbau kematian itu, kami siap untuk makan siang ringan berupa  kentang goreng dan sambal di sebuah kafe dengan pemandangan indah dekat  Patan, penuh dengan kuil dan istana yang dibangun pada abad ke-18. Kami  berjalan menuju alun-alun yang sibuk itu seusai makan siang, mampir dan  berhenti di beberapa kuil sebelum kembali ke Kathmandu. Setibanya di  sana, kami berjalan kaki selama satu jam menikmati Durbar Square, tempat  kami melihat lebih banyak kuil, dan mengakhiri hari di perbukitan  sambil melihat kota dari kejauhan -- dan ya, mengunjungi kuil lain  sambil melihat monyet berenang di kolam dekat situ.
Setelah  mengelilingi Kathmandu yang eksotis dan berdebu, keesokannya kami pergi  ke Himalaya. Kami meninggalkan Kathmandu dengan sedikit ketakutan  menghadapi trek selama tiga hari ke Annapurna, dan setelah penerbangan  30 menit menaiki Yeti Airlines, kami tiba di Pokhara, kaki gunung  Himalaya. Di sana pemandu kuil merangkap pemimpin trek, Rottna, bersama  porter yang terus tersenyum, menyambut kami. Porter kami terus tersenyum  mungkin karena kami benar-benar membawa jumlah baju minimum yang  diperlukan untuk trekking. Dia hanya harus membawa 10 kg barang  dibanding barang-barang yang harus dibawa porter lain, dibantu beberapa  keledai, yang bisa sampai tiga kali lipat bawaan kami.

Hari  pertama kami trekking, kami melewati lembah cantik di sepanjang  pinggiran sungai dan --yang membuat kami terkejut-- melewati banyak desa  kecil. Kami menjumpai petani, anak-anak sekolah dan orang tua menuju  akomodasi malam pertama kami di desa kecil Tikedungha. Di sana kami  menikmati makan malam dengan sajian nasi dan ayam, dilanjutkan dengan  anggur lokal yang bisa membuat mata berair, bersama dengan beberapa  pejalan dari Eropa dan Amerika, serta para pemandu dan pengangkut  barang. Akomodasi kami semalam seharga $5, maka tak mengejutkan jika  fasilitas kamar mandi yang kami dapatkan cukup sederhana. Setidaknya air  mandinya hangat, meski kami tidak pernah terbiasa dengan toilet  jongkok.  
Keesokannya, kami berangkat lagi pukul 8 pagi.  Alasannya adalah kami harus mendaki 3000 anak tangga di sisi gunung.  Setelah itu, jalur yang kami lewati sedikit mendatar dan kami melewati  lebih banyak hutan dan desa-desa. Setelah berjalan selama 5 jam dan  berhenti beberapa kali, kami tiba di Ghorapani, perhentian kami sore  itu, setelah melewati badai kencang. Meski begitu, pemandu kami berkeras  bahwa badai ini adalah pertanda akan ada cuaca cerah keesokan harinya.  Tempat kami tinggal memang sederhana, tapi menjadi hidup karena steak  daging yak dan minuman keras lokal. Kami tidur cepat malam itu, berharap  agar kami bisa melihat matahari terbit esok jam 5 pagi setelah cuaca  berawan sepanjang siang.

Saat  ini, kami sudah mencapai ketinggian 10 ribu kaki dan keesokan paginya,  kami melihat sebuah peringatan risiko berada di ketinggian saat melewati  semacam monumen buat pengunjung asal Australia yang tiba-tiba meninggal  tanpa tanda-tanda. Kami mendaki selama sejam sebelum fajar dan disambut  oleh cuaca yang dingin dan langit cerah di puncak Bukit Poon, luar  biasa pemandangan delapan puncak Himalaya.
Pemandu kami benar, badai semalam sebelumnya berubah jadi langit cerah pagi harinya.

Lalu  kami kembali ke penginapan untuk sarapan telur dan bacon sebelum  berjalan kembali selama 8 jam ke titik berangkat kami. Gradien yang  curam serasa makin tajam saat berjalan turun, kami pun merasakan  pergerakan otot-otot yang selama ini tidak kami kira ada. Akhirnya,  setelah satu jam menaiki taksi yang membikin merinding dan sangat reot  -- dan merasa sangat bangga dengan kemampuan trekking kami -- kami tiba  di Fish Tail Lodge di Pokhara. Esok harinya kami menghabiskan pagi  melihat pemandangan menakjubkan dari hotel dan berjalan-jalan ke toko  baju dan buku sebelum menaiki penerbangan siang menggunakan Yeti  Airlines kembali ke Kathmandu untuk menghabiskan semalam lagi di sana.
Malam  itu, kami bertemu dengan seorang kawan lama asal Sydney di sebuah  restoran India vegetarian yang tenang dan menyajikan makanan enak. Dia  sudah pensiun dari Konsulat Inggris dan menghabiskan tiga tahun di Nepal  mempelajari bahasa dan menyerap budaya lokal.
Pada hari  terakhir itu, kami melihat lebih banyak lagi percampuran budaya di  jalan-jalan kecil dan gang yang menakjubkan di kota Bhaktapur, dengan  kuil-kuil abad 18 yang terjaga kondisinya dan satu lagi kafe di atap  untuk menikmati suasananya. Setelah kembali ke Kathmandu untuk lebih  banyak lagi jalanan sibuk yang masih diperbaiki dan sedikit kue dan teh  di ruang duduk hotel yang beradab, tibalah waktunya untuk pergi ke  bandara dan berpamitan pada teman, agen perjalanan dan Kathmandu.
Enam  malam adalah perjalanan yang terlalu singkat, tapi cukup untuk memberi  rasa menakjubkan budaya dan pemandangan Nepal. Kami sempat membeli  pakaian trekking yang lebih baik, berguna untuk di Filipina atau di  Eropa, kami cukup yakin untuk kembali dan merasakan trek yang lebih lama  (lima atau enam hari) demi melihat sekilas gunung tertinggi dunia,  Everest. Kami cukup realistis untuk mengetahui kami tidak akan sampai ke  Base Camp, tapi cukup yakin untuk bisa menjalani trek yang lebih lama  di salah satu
jalur dengan pemandangan terindah di dunia.   
Dikisahkan oleh: Peter Beckingham  


1 to “Kebudayaan Dan Kuil Di Nepal”>
Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..