
Masih  berusia 18, Marx telah menetapkan rencana untuk sisa hayatnya --- Ia  tidak ber-utopia melakukan pelayanan bagi umat manusia, kaum  proletariat, atau sosialisme. Ia hendak bekerja bagi iblis: mengutuk  semua umat manusia agar jatuh ke neraka. Ia ingin menghancurkan dunia  ini, membangun singgasana kerajaannya berlandaskan kegoncangan,  penderitaan, dan bergejolaknya dunia.  (WIKIPEDIA)
Sangat  disayangkan, setelah mengalami suatu peristiwa gaib pada usia 18 tahun,  Marx berubah menjadi seorang pengikut setan sejati. Ini terlihat jelas  dari puisi konvesionalnya, panggilan anggota keluarga terhadap dirinya  (iblis tercinta dan gembala), sealiran yang mengelilinginya, model  rambutnya, cara Marx berdoa, menantu yang direstuinya dari aliran setan,  serta pilihannya pada tanah pemakaman bagi para pengikut setan.
 Jika  dilihat dari data yang ada sekarang, mungkin sekali setan telah  menampakkan diri di hadapannya saat ia terhanyut kegirangan dalam dunia  khayal nafsu birahi dan berfoya-foya, dan itu membuat Marx percaya bahwa  dialah orang pilihan setan sebagai pewarta di tengah umat manusia.  Misinya membangkitkan si raja teror, dengan bujuk rayunya mengenai  “kehidupan yang bahagia”, dengan membuat umat manusia berdalih “tidak  percaya Tuhan” dan kemudian “menentang Tuhan” sehingga terjerumus ke  dalam neraka.
 Sejak  200 tahun yang lalu Marx dipilih setan, lalu siapa yang dipilih setan  pada kehidupan kali ini? Di dalam karya sastranya, Marx secara jelas  telah menyatakan, bahwa para pengikut partai komunis “akan menemui Marx  setelah mati”, mereka semua akan diberi tanda, dan mulai saat ini mereka  semua akan masuk neraka “untuk menemani saya”.
 Siapa  yang tidak berharap akan masa depan yang cerah? Rakyat Tiongkok yang  telah diracuni paham komunis Marxis Leninis, kini sedang berada dalam  belas kasih para Dewa dan Buddha untuk bertobat…
 Jenderal  Sergius Riis warga AS yang merupakan salah seorang pengagum Karl Marx,  secara khusus mendatangi kediaman Marx di London setelah Marx meninggal  dunia. Semua keluarga Marx sudah pindah dari sana, satu-satunya yang  dapat ditemuinya saat itu hanyalah pembantu Marx bernama Helen. 
 Fakta  yang dikatakan Helen sungguh mengejutkan Riis: “Ia seorang yang sangat  taat pada Tuhan. Saat sakit keras, ia mengurung diri di dalam kamar,  membebat kepalanya dengan kain, dan berdoa sambil menghadap sebaris  lilin yang menyala.” Jenderal AS ini ragu: kepada siapakah Karl Marx  berdoa? Mana ada ritual keagamaan yang aneh seperti itu?
 Sepenggal kalimat ini diterjemahkan dari buku yang berjudul Marx and Satan (Marx dan Setan) karya Von Richard Wurmbrand yang diterbitkan pada 1986, oleh penerbit Living Sacrifice. Artikel tersebut mengacu pada sejumlah artikel lainnya yang berasal dari situs www.marxists.org yang berjudul “Pengultusan Marx - Berasal Dari Satanisme”, Was Karl Marx A Satanist? (Apakah Marx Seorang Pengikut Setan?),  dan lain-lainnya.
 Awalnya umat Kristiani
 Pada  awalnya Marx merupakan umat Kristen. Pada salah satu bait AlKitab  “Johannes 15 : 1-14 Manunggal: Makna Menjadi Satu, Keharusan dan  Dampaknya”, ia menulis: “menjadi satu dengan Kristus, yakni di tengah  persahabatanNya yang akrab dan menyegarkan, di tengah kenyataan seperti  ini: Ia selalu ada di hadapan kita dan di dalam hati kita.”
 Ayahnya  pengacara senior Henry Marx menggantungkan harapan sangat besar  terhadap putra berbakatnya Karl Marx. Rolv Heuer di dalam bukunya yang  berjudul “Genius dan Hartawan” mengatakan: “Pengacara senior Henry Marx  memberikan 700 uang perak setiap tahunnya kepada Karl Marx sebagai uang  jajannya sewaktu di perguruan tinggi, sementara di saat itu sangat  sedikit orang yang memiliki pendapatan tahunan melebihi 300 uang perak.”  
 Mahasiswa  dari kalangan darah biru seperti dirinya tentu sulit untuk menjalani  penderitaan hidup sesuai doktrin Kristen. Victor Hugo dalam buku Les Miserables  (Tragedi Dunia) pernah menggambarkan sekelompok mahasiswa yang  berhura-hura semasa studi mereka, padahal kekuatan finansial para  mahasiswa tersebut masih kalah jauh dibandingkan Marx.
 Kehidupannya  di perguruan tinggi yang glamour membuat Marx merasa terkekang dengan  segala larangan di dalam agama ortodoks, ia mendambakan seks bebas  sejati, dan bersamaan dengan itu suatu aliran setan yang diam-diam  menyebar di dataran Eropa tepat memenuhi keinginannya itu. Marx pun  menghamburkan uangnya untuk berhura-hura, sehingga terlibat perselisihan  tiada berkesudahan dengan kedua orang tuanya, hilangnya rasa  kekeluargaan, jiwa yang hampa, sehingga menjerumuskannya ke dalam jerat  organisasi rahasia pengikut setan.
 Bergabung aliran sesat 
 Tak  lama setelah itu, suatu peristiwa gaib terjadi. Dalam suatu naskah yang  ditulisnya di masa kuliah, terdapat jawabannya. Naskah itu berjudul Oulanem.
 Di  dalam aliran setan ada suatu ritual persembahan yang disebut pertemuan  hitam. Pemimpin ritual tersebut akan membaca mantera di tengah malam.  Lilin hitam akan diletakkan terbalik di altar persembahan, pemimpin  ritual mengenakan jubah hitam secara terbalik, dan membaca sesuai buku  mantera, namun urutan pembacaan sama sekali terbalik, termasuk nama  Yesus, Maria, dan nama suci lainnya semua dibacakan terbalik. Sebuah  salib diletakkan terbalik atau diinjak di bawah telapak kaki, sebuah  alat yang dicuri dari gereja diukirkan nama setan, guna pencegahan  pemalsuan. 
 Di  tengah “pertemuan hitam” ini, sebuah Alkitab akan dibakar. Lalu semua  peserta ritual akan bersumpah untuk melakukan 7 dosa besar yang dilarang  dalam agama Kristiani, dan selamanya tidak akan berbuat baik. Lalu  mereka akan berpesta melampiaskan hawa nafsu.
 Oulanem  ialah nama suci Emmanuel yang ditulis secara ngawur dan terbalik.  Emmanuel sendiri merupakan salah satu nama Yesus di dalam Alkitab, yang  artinya “Tuhan beserta kita” di dalam bahasa Hibrani. Aliran iblis hitam  berpendapat bahwa penulisan terbalik seperti ini lebih efektif. Dalam  puisi Sang Pemeran di dalam buku Oulanem, Marx menuliskan pengakuan yang  aneh sebagai berikut:
 “Hawa  neraka menguap dan memenuhi otak saya, hingga saya menggila, hati saya  berubah sama sekali. Lihat pedang ini? Raja Kegelapan menjualnya kepada  saya, ia memecut waktu bagi saya, dan memberikan tanda pada saya, tarian  kematian saya bawakan dengan semakin nekat.”
 Dari tulisan ini semakin jelas menunjukkan bahwa Marx telah menandatangani kontrak dengan setan.
 Perkataan  ini memiliki makna khusus: di tengah ritual penghubung dalam aliran  setan, sebilah pedang yang telah disihir dan dapat memastikan suatu  keberhasilan, akan dijual kepada sang penghubung. Lalu yang harus  dibayar oleh sang penghubung adalah menandatangani perjanjian dengan  setan menggunakan darah yang berasal dari urat nadinya sendiri, sehingga  setelah ia mati nanti, maka arwahnya akan menjadi milik setan.
 Seorang  penganut Marxisme bernama Franz Mehring dalam bukunya berjudul Karl  Marx menulis, “Henry Marx sama sekali tidak mengira bahwa kekayaan  bertumpuk yang diwariskannya pada Karl Marx akan membantu mewujudkan hal  yang paling ditakutinya, namun samar-samar ia sepertinya telah  menyadari bahwa putra kesayangannya telah dirasuki iblis.”
 2  Maret 1837, ayah Karl Marx mengirim surat yang mengatakan: “Saya pernah  mendambakan suatu hari nanti engkau akan membawa nama besar dan meraih  keberhasilan, namun ini bukanlah satu-satunya harapan di dalam hati  saya. Semua ini pernah menjadi harapan jangka panjang saya, namun kini  saya beritahu padamu, terwujudnya harapan tersebut tidak akan membuat  saya bahagia. Hanya dengan menjaga kesucian hatimu, berdetak dengan  penuh sifat kemanusiaan, tidak membiarkan hatimu dirasuki setan, hanya  dengan demikian dapat membuat saya bahagia.”
 Akhirnya  saat di perguruan tinggi Marx bergabung dengan Gereja Setan pimpinan  Joanna Southcott, dan menjadi pengikutnya. 10 November 1837, ia membalas  surat ayahnya: 
 “Selapis  cangkang luar telah terkelupas, sisi yang suci pada diri saya terpaksa  meninggalkan saya, suatu arwah baru pasti akan menggantikannya. Suatu  kegilaan yang sesungguhnya telah menguasai saya, saya tidak dapat  menenangkan roh jahat ini.” 
 Hendak musnahkan manusia
 Berikut ini kutipan naskah Oulanem :
 “Kedua  lengan muda saya telah dipenuhi dengan kekuatan, dengan terjangan  dahsyat akan menggenggam dan menghancurkanmu - wahai manusia. Di tengah  kegelapan, pintu neraka tanpa dasar terbuka bagi kau dan aku, kau akan  jatuh ke dalamnya, aku akan tertawa terbahak dan mengikutimu, dan  berbisik di telingamu: turunlah dan temani aku, kawan!”
 Dalam  Alkitab yang dipelajari Marx di sekolah menengah dikatakan, iblis  dijebloskan ke dalam neraka tanpa dasar oleh seorang malaikat (Alkitab –  Wahyu 20:3). Neraka tanpa dasar ini dipersiapkan bagi iblis dan para  malaikat yang berubah jahat, dan Marx justru hendak menjerumuskan  seluruh umat manusia ke dalam neraka ini. 
 Dari  perkataan pemuda ini kita memiliki dalih untuk berpikir demikian: ia  memimpikan umat manusia akan terjerumus ke dalam neraka tanpa dasar,  sementara ia sendiri, akan tertawa terbahak dan mengikuti para manusia  tak ber-Tuhan yang tertipu oleh paham ateis itu. Selain sang  penghubung  dalam Gereja Setan, di dunia ini tidak ada tempat yang memiliki  pemikiran seperti ini.
 Setelah  Oulanem mati, Marx menulis: “Hancur, hancur. Waktuku telah tiba. Jam  berhenti berdetak, bangunan kecil itu telah runtuh. Aku akan segera  merangkul keabadian, dan seiring dengan suatu auman liar, akan terucap  kutukan kepada seluruh umat manusia.”
 Saat  menulis Oulanem, Marx masih berusia 18 tahun. Waktu itu rencana  hidupnya yang telah digariskannya sudah sangat jelas. Ia tidak  berangan-angan untuk bekerja melayani umat manusia, kaum proletariat,  ataupun sosialisme, ia hanya ingin bekerja bagi iblis; mengutuk manusia  agar terjerumus ke dalam neraka. Ia hendak menghancurkan dunia ini,  membangun singgasana kerajaannya dengan berlandaskan kegocangan,  penderitaan, dan bergejolaknya dunia.
 Marx sangat menyukai kata-kata iblis jahat Mephistopheles dalam The Fused dari Goethe: 
 “Segala  sesuatu yang eksis seharusnya dimusnahkan.” Segala sesuatu - termasuk  para buruh dan orang-orang yang berjuang demi paham komunisme itu  sendiri. Marx sangat suka mengutip perkataan itu, sementara Stalin  justru menjalankannya dengan setia, bahkan rela menghancurkan  keluarganya sendiri.
 Kita  mulai memahami apa yang sesungguhnya terjadi pada pemuda bernama Karl  Marx ini. Dulunya ia pernah mempunyai idealisme dalam agama Kristen,  namun sama sekali tidak melaksanakannya. Dalam korespondensi dengan sang  ayah membuktikan, ia telah menghamburkan banyak uang untuk  berfoya-foya, yang menyebabkan keretakan hubungan dengan kedua orang  tuanya serta bentrok dan konflik tiada akhir. 
 Dalam  keadaan seperti ini, ia telah terjerumus ke dalam jerat organisasi  pengikut organisasi ajaran setan, dan sudah pernah menjalani ritual  persembahan. Setan dapat menampakkan diri di dalam halusinasi para  pengikutnya saat mereka sedang melampiaskan nafsu dan kegilaan mereka,  dan dapat berbicara melalui mulut mereka. Saat Marx mengatakan: “Saya  akan membalas dendam pada Tuhan”, nyata sekali bahwa ia telah menjadi  juru bicara setan.
 
                                                                                                         |                                                                     | Di  zaman Marx, kaum pria umumnya memelihara kumis, namun bentuk kumis  mereka berbeda dengan Marx, dan tidak berambut gondrong. Penampilan Marx  waktu itu adalah simbol pengikut setia Joanna Southcott, pemimpin  perempuan dalam organisasi pengikut ajaran setan. Meskipun partai  komunis mengklaim sebagai ateis, namun sejak awal hingga akhir Karl Marx  sendiri adalah umat Kristiani yang taat. Sampai usia 17 tahun ia adalah  seorang umat Kristiani dan dalam karya tulis kelulusan SMA ia menulis:  “Jika tidak ada kepercayaan terhadap Tuhan, dan tidak sejalan dengan  Kristus, maka umat manusia tidak akan memiliki moralitas sempurna, dan  tidak akan merasa puas dalam mengejar kebenaran dan pencerahan.” Hanya  Tuhanlah yang dapat menyelamatkan kita.”  (WIKIPEDIA) |                                                                    |          
      
 Paham sosialisme hanyalah perangkap setan
 Setelah  Marx merampungkan Oulanem dan sejumlah puisinya di masa awal (di dalam  puisinya Marx sendiri mengaku telah menandatangani kontrak dengan  iblis), bukan saja ia tak memiliki konsep sosialisme, bahkan ia  menentang keras paham tersebut. 
 Waktu  itu ia adalah redaktur utama Rheinische Zeitung dalam bahasa Jerman,  media cetak ini “sama sekali tidak menolerir paham komunis dalam bentuk  apa pun bahkan hanya sekedar teori sekalipun, apalagi  menerapkannya?  Bagaimana pun juga hal ini sama sekali tidak mungkin…”
 Tapi  setelah itu, Marx bertemu dengan Moses Hess. Orang ini memainkan peran  paling penting dalam kehidupan Marx, dialah yang membawa Marx pada  konsep pemikiran paham sosialisme. Dalam sepucuk suratnya kepada B.  Auerbach (1841), Hess menyebutkan bahwa Marx adalah “paling agung bahkan  mungkin satu-satunya, tokoh filosofi muda (24) yang akan memberikan  pukulan telak terhadap agama dan ilmu filsafat.” 
 Bisa  dilihat, tujuan utamanya adalah menyerang agama dan bukan mewujudkan  paham sosialisme. Kenyataannya, Marx sangat membenci segala sesuatu yang  bersifat Ketuhanan, dan tidak ingin mendengar kata-kata Tuhan. Paham  sosialisme hanyalah suatu perangkap untuk memancing para kaum  proletariat dan kaum cendekia untuk mewujudkan idealisme setan saja.
 Seorang  teman Marx lainnya yakni Georg Jung pada 1841 secara lebih jelas lagi  menuliskan, Marx pasti akan mengusir Tuhan dari surga, dan bahkan akan  menggugat Tuhan. Pada akhirnya Marx secara konsekwen tidak mengakui  keberadaan Sang Pencipta. Dan jika Sang Pencipta tidak eksis, maka tidak  akan ada lagi orang yang akan membuat larangan terhadap kita, sehingga  tidak perlu bertanggung jawab kepada siapa pun. Manifesto Marx “pengikut  komunisme sama sekali tidak mempropagandakan moral” memastikan hal ini.
 Di  zaman Marx, kaum pria umumnya memelihara kumis, namun bentuk kumis  mereka berbeda dengan Marx, dan tidak berambut gondrong. Penampilan Marx  waktu itu adalah simbol pengikut setia Joanna Southcott, pemimpin  perempuan dalam organisasi pengikut ajaran setan. Ia mengaku bisa  berkomunikasi dengan Shiloh si iblis jahat. Ia meninggal pada 1814, dan  60 tahun kemudian, seorang aktivis bernama James White, mengembangkan  doktrin Joanna, dengan memberikan bumbu-bumbu paham komunisme di  dalamnya.
 Marx  agak jarang membicarakan masalah metafisika secara terbuka, tapi dari  orang-orang yang berhubungan dengannya dapat kita kumpulkan informasi  mengenai pandangannya. Marx dan seorang pengikut anarkisme dari Rusia  yang bernama Mikhail Bakunin bersama-sama membentuk “Internasional  Pertama”. Bakunin menulis: 
 “Pemimpin  iblis itu adalah setan pemberontak terhadap Tuhan. Di dalam  pemberontakan itu, kebebasan umat manusia akan terjadi di mana-mana,  itulah revolusi. Para pengikut paham sosialisme bersemboyan: ‘atas nama  pemimpin yang diperlakukan salah’. Setan, sebagai pemberontak sejati,  adalah penyelamat dunia dan pemikir paham kebebasan pertama, setan  membuat manusia merasa malu dengan ketidak tahuan dan kepatuhan mereka;  setan membebaskan manusia, memberi tanda kebebasan dan kemanusiaan di  kening setiap manusia, membuat manusia memberontak dan memakan buah  pengetahuan.”
 Bakunin  tidak hanya memuja Lucifer, ia juga memiliki rencana revolusi yang  konkrit, akan tetapi rencana ini tidak akan bisa membebaskan rakyat  miskin yang terus diperas. Ia menulis: “Di tengah revolusi ini, kita  harus membangunkan iblis jahat di dalam diri setiap manusia, agar dapat  membangkitkan emosi yang paling bengis dalam diri mereka. Misi kita  adalah menghancurkan, dan bukan membimbing mereka. Gairah akan  kehancuran adalah gairah yang inovatif.” (The Epoch Times/lie)
Semua teman dekatnya pengikut setan
Proudhon,  seorang pemikir paham sosialis penting lainnya, di saat yang sama juga  merupakan teman Marx, yang sama-sama memuja iblis. Model rambut dan  jenggot Proudhon mirip dengan Marx, dan Proudhon juga menulis karya yang  menghujat Tuhan dan memuja iblis.

KIRI: Sketsa Heinrich Heine saat sakit, pada 1851.   KANAN: Lukisan Pierre-Joseph Proudhon, karya Gustave Courbet.  (WIKIPEDIA)
 Sastrawan  terkenal Jerman, Heinrich Heine, adalah seorang teman dekat Marx  lainnya. ia juga seorang pemuja iblis. Ia menulis: “Aku memanggil iblis,  maka iblis pun datang, dengan terheran-heran, aku perhatikan wajahnya;  si iblis tidak jelek, juga tidak ada yang cacat, ia seorang pria yang  manis dan menarik.” 
 Marx  sangat mengagumi Heinrich Heine. Hubungan mereka sangat erat. Mengapa  Marx begitu memuja Heine? Mungkin juga karena pemikiran setannya sebagai  berikut:
 “Aku  mempunyai suatu angan. Di depan rumahku ada sebuah pohon yang indah,  jika Tuhan tercinta membuatku bahagia, maka Ia seharusnya memberiku  kebahagiaan seperti ini: membuat saya dapat melihat beberapa musuh saya  digantung mati di pohon itu. Dengan hati penuh belas kasihan, setelah  mereka mati, aku akan mengampuni semua kesalahan yang pernah mereka  perbuat padaku. Ya, kita memang harus mengampuni semua musuh kita, namun  bukan sebelum mereka digantung mati.”
 Seseorang  yang baik dan lurus, akankan memilih orang se-perti ini sebagai teman  dekatnya? Namun semua orang yang ada di sekitar Marx adalah orang yang  demikian. Lunatcharski, seorang filsuf Kementrian Pendidikan Uni Soviet,  dalam tulisannya, “Paham Sosialis dan Kepercayaan” pernah menuliskan:  Marx telah membuang segala sesuatu yang ada hubungannya dengan Tuhan,  dan telah menempatkan iblis di depan barisan proletariat yang sedang  berjalan maju.”
 Ingin disejajarkan dengan Tuhan
 Putri  kesayangan Marx, Eleanor, atas persetujuan Marx menikahi Edward  Eveling. Padahal Eveling pernah menulis naskah pidato berjudul  “Kejahatan Tuhan”. (Tepatnya inilah yang dilakukan para pengikut iblis.  Berbeda dengan penganut ateis, mereka tidak menyangkal keberadaan Tuhan.  Selain menipu orang, mereka sendiri tahu persis bahwa Tuhan itu ada,  hanya saja mereka mengatakan Tuhan itu jahat.) Berikut kalimat dalam  puisi mereka yang mengungkapkan niat mereka memuja iblis:
 Kepadamu, kuberanikan diri mempersembahkan puisi ini. Oh, iblis, raja pesta yang akan segera naik tahta!
 Oh, pendeta, kuhindar jauh percikan air dan ceramahmu, karena iblis selamanya tidak berada di belakangmu.
 Ibarat angin yang bersayap, ia merampas para umat, oh, iblis yang agung!
 Pujalah, demi sang pembela yang agung ini!
 Bakar dupa, bersumpah, persembahkan padamu, kau seret turun Tuhan si pendeta dari tahta kerajaannya!
 Informasi  lainnya terdapat dalam surat yang ditulis putra Marx bernama Edgar pada  21 Maret 1854. Pembukaan surat itu saja sudah sangat mengejutkan:  “Iblisku tercinta”. Bagaimana mungkin seorang putra menyebut ayahnya  dengan panggilan kurang ajar seperti itu? Akan tetapi, begitulah para  pengikut setan memanggil orang-orang yang mereka cintai. Apakah putranya  sudah menjadi pengikut setan?
 Fakta  penting lainnya adalah, istri Marx pada Agustus 1844 pernah menulis  padanya dengan mengatakan: “Surat terakhir pendetamu, pendeta tertinggi  sekaligus pemilik arwah, berikanlah damai dan ketenangan pada gerombolan  dombamu yang mengenaskan ini.” 
 Di  dalam “Deklarasi Paham Komunis”, Marx secara jelas menyatakan bahwa  dirinya hendak membasmi semua agama, namun istrinya justru menyebutnya  sebagai pendeta tertinggi dan pemimpin aliran, pendeta dan pemimpin  aliran yang mana yang dimaksud di sini? Mengapa harus menulis surat  pendeta kepada seorang penganut paham ateis seperti ini? Dimana  surat-surat itu? Kehidupan Marx dalam periode ini belum dieksplorasi.
 Dalam puisinya berjudul Human Pride,  Marx mengakui bahwa tujuannya bukanlah memperbaiki, memperbaiki  kumpulan, atau memperbaharui dunia, akan tetapi adalah menghancurkan  dunia, dan bergembira karenanya:
 Dengan  membawa cemooh, wajahku di dunia, melemparkan tangan besi ke segala  penjuru, sambil melihat keruntuhan benda besar yang seperti orang kerdil  itu, namun keruntuhan mereka tidak akan memadamkan emosi di dalam  diriku.
 Waktu itu, aku akan berlalu di tengah puing-puing reruntuhan dunia ibarat Tuhan yang berjalan dengan kemenangan.
 Saat perkataanku mendapat kekuatan yang sangat besar, aku akan merasakan aku sederajat dengan Sang Pencipta.
 Apakah  hanya puisi ini yang menampakkan pikiran iblis Marx? Kita tidak tahu,  karena para pelindung naskah karya-karya Marx masih menjaga rahasia  dengan ketat terhadap semua kar-ya Marx yang berjumlah besar.
 Albert Camus dalam bukunya Revolusioner mengatakan: 
 Marx  dan Friedrich Engles memiliki 30 jilid karya tulis yang belum  diterbitkan, ungkapan pemikiran kelancangan di dalam karya tersebut,  tidak seperti paham Marx yang diketahui khalayak ramai. Membaca karya  tersebut, saya meminta agar sekretaris saya mengirim surat ke Institut  Marx di Moskow, untuk mencari tahu kebenaran atas perkataan penulis  Prancis ini. Saya pun mendapat balasan. Dalam surat tersebut wakil dekan  Institut Marx bernama Profesor M. Mtchedlov berkata bahwa Camus salah.  Karya Marx mencapai lebih dari 100 jilid, hanya 13 jilid di antaranya  yang dicetak untuk umum. Ia mencari suatu alasan yang tidak masuk akal  atas hal ini, yakni: PDII telah menghambat terbitnya buku-buku lain.  Surat itu ditulis pada 1980, yakni 25 tahun setelah berakhirnya PDII,  waktu itu di Uni Soviet bahkan bar dan pengalengan ikan milik negara pun  memiliki uang berlimpah.
 Hidup kacau 
 Semua pengikut iblis yang aktif pasti memiliki kehidupan yang kacau balau, Marx juga tidak luput.
 Arnold Kunzli dalam buku Cita-Cita Karl Marx  menulis: dua putri dan seorang menantu Marx bunuh diri, sementara 3  orang anak lainnya mati karena kurang gizi. Putri Marx yang bernama  Laura menikahi seorang paham sosialis bernama Paul Lafargue, ia mengubur  sendiri 3 anak darah dagingnya, lalu bunuh diri bersama dengan  suaminya. Putri Marx lainnya, Eleanor, memutuskan melakukan hal yang  sama bersama suami, putrinya tewas, namun sang suami Edward menciut  nyalinya di saat-saat terakhir. 
 Marx  dan pembantu rumah tangganya, Helen Demuth, memiliki seorang anak  haram, kemudian Marx melimpahkan tuduhan itu adalah anak Engels, dan  Engels pun menerima hal itu. Marx juga kecanduan alkohol - Dekan  Ria-zanov dari Institut Marx-Engels di Moskow dalam buku berjudul Karl Marx, Mai, pemikir dan revolusioner mengakui fakta ini.
 Marx, sang revolusioner yang agung, masih memiliki banyak cacat yang lebih parah lagi.
 Pada 9 Januari 1960, koran Jerman Reichsruf  pernah memberitakan suatu fakta: PM Austria Raabe pernah memberikan  surat tulisan tangan Karl Marx kepada pemimpin Uni Soviet Nikita  Krushchev. Krushchev sangat tidak suka, karena surat itu membuktikan  bahwa Marx pernah menjadi informan rahasia bagi polisi Austria dengan  diberi imbalan, Marx adalah mata-mata yang menjadi musuh dalam selimut  dalam kelompok revolusioner.
 Surat  ini ditemukan secara tidak sengaja di Gedung Arsip Rahasia. Surat itu  membuktikan bahwa Marx adalah pembocor rahasia, dan ia pernah mengadukan  rekan-rekannya saat di pengasingan di London. Tiap kali Marx memberikan  suatu informasi, ia mendapatkan imbalan sebesar 24 Pounsterling. 
 Informasi  yang diberikannya berkaitan dengan para revolusioner yang diasingkan di  London, Paris, dan juga Swiss. Salah seorang yang dikhianatinya adalah  Ruge, ia sendiri mengaku sebagai teman baik Marx. Hubungan surat  menyurat yang hangat antara keduanya hingga saat ini masih tersimpan  baik sebagai bukti.
 Marx  sama sekali tidak merasa ia berkewajiban menghidupi keluarganya, meski  dengan kemampuannya menguasai banyak bahasa, Marx dengan mudah dapat  melakukan hal ini. Sebaliknya ia terus mengemis pada Engels untuk  bertahan hidup. Menurut data dari Institut Marx, selama hidupnya Marx  telah menguras sekitar 6 juta Franc dari Engels.
 Meskipun  demikian, Marx tetap menerima warisan dari keluarganya. Saat salah  seorang pamannya sedang sekarat, Marx menulis: “Seandainya anjing itu  mati, maka tidak ada lagi yang bisa menghalangi saya.”
 Sementara  terhadap orang yang lebih dekat dibanding pamannya, Marx sama sekali  tidak memiliki belas kasih. Bahkan saat membicarakan ibunya juga  demikian. Dalam suratnya kepada Engels pada Desember 1863, Marx menulis:  
 “Dua  jam lalu aku menerima teleks, mengenai kematian ibuku. Takdir harus  membawa pergi seorang anggota keluarga. Satu kakiku sudah di dalam  kuburan, dalam banyak situasi, yang aku butuhkan bukan seorang perempuan  tua, tapi juga yang lainnya. Aku harus pergi ke Trier untuk mendapatkan  warisan.”
 Hanya  itu yang ingin dikatakan Marx atas kematian ibunya. Selain itu, ada  bukti kuat yang membuktikan betapa buruknya hubungan Marx dengan  istrinya. Sang istri dua kali meninggalkannya, namun kemudian kembali  lagi. Setelah istrinya meninggal, Marx bahkan tidak menghadiri  pemakamannya.
 Marx  yang selalu butuh uang, mengalami kerugian besar dalam transaksi saham.  Sebagai ekonom yang agung, ironisnya Marx hanya tahu cara kehilangan  uang.
 Hanya San Tui dapat ubah nasib “Temani Aku Di Bawah”
 Seorang  pria tua yang mempelajari ilmu ilmiah dan merupakan seorang anggota  partai, dimutasi ke kampung halaman di Sichuan, RRT. Setelah setengah  hayat menjabat sebagai ketua kelompok riset paham Marxisme, ia  merekomendasikan situs internet www.marxists.org dan juga buku berjudul Marx and Satan kepada teman saya.
 Pak tua itu berkata, “Saya ketakutan sampai berkeringat dingin! Ternyata selama ini saya telah bergabung dengan aliran iblis!” 
 Data diunduh dari situs, lalu seluruh anggota keluarganya melakukan San Tui  (Tiga pengunduran diri dari Partai Komunis dan segala organisasi yang  terkait). Pak tua menganjurkan teman saya itu, “Jika tidak  ingin  menjadi ‘teman’ Marx, mengundurkan diri dari partai secara otomatis  setelah tidak membayar iuran saja tidak cukup, jika hendak mengubah  nasib ‘menemaniku di bawah’, harus paham dulu Karl Marx itu, dan secara  total putus hubungan dengannya.”
 Sejumlah  staf tua sepertinya telah menyangkal Marx, maka arwahnya akan terbuang,  menganggap menemui Marx setelah mati sebagai suatu kehormatan, mereka  tidak tahu bahwa Marx menganggap kaum proletariat sebagai orang bodoh,  dan menyebut karyanya sendiri sebagai kotoran.
 Sebelum Engels terpengaruh oleh Marx, dalam bukunya The Magyar Struggle  menuliskan: “Karl Marx yang berpura-pura berjuang demi kaum  proletariat, telah menyebut kaum tersebut sebagai ‘orang bodoh,  begundal, dan bokong’.” Filsof Tiongkok kuno Zhuang Zi berkata: “Lama di  dalam cangkang kerang, tidak akan tercium amisnya.” Maka betapa bodoh  dan tercemarnya jika orang memuja buku “kotoran” tersebut sebagai kitab  berharga!
 Sepengetahuan  saya, di antara para penulis terkenal, hanya Karl Marx satu-satunya  penulis yang mengatakan bahwa karyanya itu adalah “kotoran” dan “buku  yang jorok”. Ia sendiri merasa dan memang berniat memberikan karya yang  kotor kepada pembacanya. Tidak heran para pengikutnya, seperti partai  komunis di Rumania dan Mozambique, memaksa tahanannya memakan kotorannya  sendiri. (The Epoch Times/lie)