Legenda Perjalanan Chang E Menuju Bulan
Salah satu adegan tarian Chang E Menuju Bulan yang dipersembahkan oleh Shen Yun Performing Arts 2008, telah mewujudkan kembali makna legenda yang sesungguhnya kepada manusia.
Di dalam proses pewarisan sejarah yang begitu panjang, tak dapat dihindari terkontaminasi banyak konsep duniawi dan perasaan manusia (selanjutnya disebut: emosi). Tarian Chang E Menuju Bulan yang dipentaskan Shen Yun Performing Arts pada 2008 lalu, secara nyata telah mewujudkan lagi kisah yang sebenarnya.
Begitu tarian dimulai, adegan yang ditampilkan Ratu Barat (Dewi penguasa Negara Barat di dalam mitologi China kuno) sedang memberikan hadiah berupa ramuan ajaib kepada suami istri Hou Yi. Tentu saja, setelah mereka memperoleh pil yang konon bisa melepaskan diri dari lautan penderitaan, meluap kegembiraannya. Lantas kapan dapat terbang ke langit sehabis meminum ramuan tersebut? Hanya pada saat bencana besar tiba. Selama masa penantian itu, yang mereka lakukan hanyalah berkultivasi (= orang yang mematut diri dengan ketat terhadap prinsip alam semesta).
Bencana akbar itu benar-benar tiba, di langit muncul 9 matahari. Langit dan bumi berubah warna, pepohonan dan rerumputan begitu tunas sudah langsung lunglai, masyarakat terjerumus di lembah kesengsaraan dan menggelepar bak dipanggang api. Dalam menghadapi bencana itu, Chang E telah meminum separuh ramuan ajaib tersebut. Tatkala sisanya diberikan kepada Hou Yi, secara tak sengaja botol berisi sisa ramuan tersebut terjatuh dari tangan Hou Yi. Kedua orang itu sangat panik, mereka tahu ramuan yang tertumpah tersebut menandakan perpisahan mereka sebagai suami-istri, juga menandakan Hou Yi bakal masih harus bereinkarnasi di dunia fana.
Sebelum Hou Yi menumpahkan botol pusaka itu, ia telah bersumpah memanah jatuh para “matahari beracun” tersebut demi rakyat. Ia tidak menyesali ramuan tersebut, melainkan pergi menjelajahi hutan belantara dan pegunungan guna menuntut ilmu sakti agar dapat memanah jatuh “matahari beracun”.
Singkat cerita, setelah Hou Yi berhasil memperoleh busur dan anak panah sakti, dalam satu kali gebrakan ia berhasil memanah jatuh 8 matahari. Ketika hendak memanah jatuh yang ke-9, matahari terakhir, Chang E mencegahnya dan meminta membiarkan matahari terakhir itu untuk menyinari bumi, agar segenap makhluk hidup memperoleh sumber cahaya untuk pertumbuhan.
Manusia di bumi telah terselamatkan, misi Hou Yi selesai sudah. Saat itu, Chang E yang telah meminum ramuan ajaib tak dapat lagi tinggal di dunia manusia. Pada suatu malam yang sunyi dan indah, dengan dipenuhi perasaan pedih mendalam, Chang E terbang menuju Istana Bulan.
Di dalam proses Hou Yi mencari keberadaan Chang E, dalam duka dan nestapa, ia sungguh sangat tidak menginginkan sang istri pergi meninggalkannya. Ketika ia menemukan Chang E yang sedang terbang menjauh, kesedihan memenuhi dada dan di bawah tekanan emosi yang menyengsarakan, ia terjatuh. Jarinya menunjuk ke arah terbangnya Chang E, mengekspresikan pahit getir perpisahan yang harus ia tanggung.
Tarian Chang E Menuju Bulan sangat menyentuh hati para penonton, ada keberanian seorang pahlawan penyelamat manusia yang sedang dirundung bencana, ada cinta mendalam sepasang suami-istri, ada kesulitan dan rasa bersyukur insan manusia, ada anugerah dan pengayoman sang Pencipta, juga ada kepedihan perpisahan suami-istri. Namun, makna mendalam legenda tersebut tidak berhenti sampai di situ saja.
Setelah Ratu Barat menghadiahi ramuan ajaib, barulah Hou Yi ceroboh menjatuhkannya. Ratu Barat tentu mengetahui bencana besar yang bakal dihadapi manusia di dunia, yang Ia selamatkan adalah manusia pilihanNya. Dalam poin ini mirip dengan prinsip Taoisme, dalam hal “Guru memilih murid”. Manusia pilihan tersebut berbakat dasar baik dan memiliki takdir pertemuan yang mendalam dengan sang guru. Akan tetapi, hubungan yang jauh lebih mendalam, tidak mampu terdeteksi Ratu Barat.
Bencana di dunia manusia pasti sudah ditakdirkan, manusia di dunia fana sebetulnya juga bukan demi menjadi manusia. Tingkatan asal mula sebagian orang di dunia ini sangat tinggi, tujuan mereka turun ke dunia sebetulnya demi berkultivasi, sekaligus bertugas mencipta berbagai kebudayaan yang dibutuhkan umat manusia, tentu saja termasuk menggunakan bencana di dunia untuk mencipta dan mewariskan kebudayaan.
Seperti Hou Yi memanah matahari, ini bukan sembarang orang hendak melakukannya lantas dapat dilakukan. Bisa dikatakan, Hou Yi memanah matahari merupakan misi yang diberikan sang Pencipta kepadanya, juga merupakan perjanjian dengan sang Pencipta sebelum kedatangannya ke dunia. Ia bukan saja harus memanah matahari, juga harus menahan derita perpisahan dengan sang istri. Jika tidak, tiada lagi kepiluan dan kesepian yang menyertai terbangnya Chang E ke bulan. Tiada kesenyapan dan kesebatang-karaan di Istana Guang Han (Istana Dingin nan Luas), maka tiada lagi makna yang lebih mendalam tatkala sang rembulan dilantunkan kaum sastrawan yang muncul sesudahnya. Boleh dibilang, pernikahan dan perpisahan sepasang suami-istri tersebut sudah merupakan takdir.
Maka dari itu, lantas terjadi pengaturan yakni sewaktu bencana datang menghampiri, Chang E meminum ramuan ajaib dan Hou Yi menjatuhkannya. Kita tentu tidak dapat berdasarkan kejadian tersebut memvonis Chang E egoistis. Ketika Hou Yi siap membidik matahari terakhir, Chang E yang mencegahnya.
Chang E bukan seorang kultivator tanpa cela, di saat terpaksa meninggalkan dunia manusia, sempat merasa pilu lantaran kehilangan suami. Barangkali kesunyian di Istana Bulan memberikan suasana bertahap menempa diri sehingga akhirnya berhasil memutus takdir perasaan. Karena Istana Bulan hanyalah perwujudan sebuah dimensi tertentu dari selapis langit, semuanya masih berada di dalam Triloka, sedikit banyak masih memiliki perasaan manusia.
Perasaan Hou Yi terhadap istrinya juga cukup berat, di akhir cerita diekspresikan dengan sangat menyentuh. Apabila suami-istri ini terbang bersama ke Istana Bulan, di mata orang awam tentu saja merupakan sebuah akhir cerita yang agak sempurna. Akan tetapi, lantas bagaimana bisa melanjutkan peningkatan kultivasi mereka masing-masing? Dilihat dari sudut pandang itu, perpisahan keduanya adalah pasti.
Tentu sebuah pengaturan kejadian tidak dapat dilihat dari satu sudut pandang saja, permasalahan yang berkaitan sangat banyak. Bagaimanapun juga ini kebudayaan yang hendak diwariskan sang Pencipta kepada manusia. Hendak membuatnya menjadi mitologi yang diteruskan dari generasi ke generasi, juga dipastikan memiliki makna yang sudah ditentukan. Mitologi semacam ini pada taraf agak luas, mempengaruhi interpretasi kebudayaan China di kemudian hari.
Hou Yi sebagai jiwa dari lapisan tinggi alam semesta datang ke dunia fana. Misinya bukan hanya mencipta sebuah kebudayaan saja (tradisi Perayaan Bulan Purnama Tiongjiu yang tahun ini jatuh pada 28 September lalu). Ia turun ke dunia fana, maka harus bereinkarnasi di dalam dunia manusia.
Di dalam reinkarnasi yang berlangsung bermasa-masa, boleh dibilang, setiap masa juga pasti terdapat pengaturan khusus mengenai dirinya. Sedangkan reinkarnasi hanyalah suatu bentuk eksistensi di dunia fana bagi jiwa. Ia di dalam misteri jiwa itu, sedang menanti melakukan peristiwa yang lebih besar tentang umat manusia. Apabila Hou Yi (secepat itu) kembali ke khayangan, termasuk para tokoh di dalam dongeng mitologi lainnya, seusai sempurna berkultivasi dan kembali ke kerajaaan surga mereka, bagaimana mungkin dapat menyelesaikan sumpah besar yang mereka ikrarkan sebelum turun ke dunia fana?
Dari sudut pandang ini dikatakan, para jiwa yang menempuh marabahaya turun ke dunia dan telah meninggalkan jasa penuh kemuliaan sekaligus mencipta serta memperkaya khasanah kebudayaan umat manusia juga mengakumulasi berkah kewibawaan bagi dirinya sendiri. Maka, apakah hal terbesar umat manusia zaman sekarang? Dimana seluruh umat manusia menuju bencana akhir, yaitu situasi perkembangan manusia sudah menemui jalan buntu, seluruh alam semesta dengan sendirinya termasuk umat manusia berada dalam situasi genting. Saat ini, dipastikan terdapat kehadiran juru selamat besar yang turun ke dunia fana demi menyelamatkan umat manusia.
Sedangkan manusia yang berkoordinasi mengerjakan segala sesuatu (dari proyek) ini, merupakan jiwa-jiwa tingkat tinggi pada zaman pra sejarah yang silam. Berasal dari ketinggian tertentu alam semesta dan turun ke dunia manusia. Tujuan mereka turun ke bumi, selain untuk berkultivasi di dunia manusia, juga ada yang memiliki misi penyelamatan seluruh umat manusia pada masa akhir zaman. Dilihat dari sudut pandang ini, makna pekerjaan yang dilakukan orang-orang ini, serupa dengan tindakan heroik penyelamatan Hou Yi terhadap manusia kala itu.
Tentu, cara yang dipakai mereka beraneka ragam, termasuk menggelar makna sesungguhnya Chang E Menuju Bulan dan menggunakan inti sari dari kebudayaan warisan Dewata yang orisinil untuk menggugah sifat hakiki manusia. Ini barulah fakta sesungguhnya tarian Chang E Menuju Bulan dan pertunjukan Shen Yun Performing Arts yang dipersembahkan kepada manusia di dunia.
Dari sudut pandang ini, makna Chang E Menuju Bulan yang diwariskan ribuan tahun lamanya, juga sedang menggugah manusia. Barangkali, kala itu Hou Yi sedang menggunakan caranya sendiri melakukan penyelamat-an makhluk hidup. Mengapa setelah menonton Chang E Menuju Bulan dan pertunjukan Shen Yun Performing Arts lainnya otomatis sudah berarti sama dengan menyelamatkannya? Tarian ini sekali pentas bisa merasuk ke sanubari manusia, itulah efek tak terelakkan dari kebudayaan warisan Dewata.
Yang dipertontonkan dan dipentaskan Shen Yun Performing Arts merupakan kebudayaan warisan Dewata Tionghoa sesungguhnya. Banyak orang usai menikmati pertunjukan Shen Yun Performing Arts telah tersadarkan. Tergugahnya mereka menandakan penyelamatan mereka!
Ketika mereka benar-benar memahami kandungan makna Chang E Menuju Bulan, mereka telah memahami fakta sesungguhnya dari jiwa. Bisa saja sesaat itu mereka masih belum jelas benar arah tujuannya, namun di dalam hati mereka benar-benar telah memahami penyelamatan sang Pencipta terhadap manusia di dunia. (The Epoch Times/whs)
0 komentar to “Legenda Perjalanan Chang E Menuju Bulan”
=